Written on 23.50 by Ed's-HRM
Anak
Emas
Sebagaimana pernah dibahas sebelumnya
mengenai politik kantor (Office Political) yang biasa terjadi dan selalu ada
disetiap perusahaan, seperti diketahui bahwa jika kita berbicara politik maka
yang terlintas dalam pikiran kita adalah adanya kepentingan bersama antara
individu atau kelompok. Hal ini memang tidak bisa dihindari karena itu juga
bagian dari strategi dari masing-masing personal maupun kelompok dalam mempertahankan
posisi dan kelangsungan karir masing-masing. Hanya yang menjadi masalah adalah
bagaimana dengan kinerja perusahaan sebagai akibat adanya aktivitas itu, karena
tentu akan ada sisi negatif terhadap kerjasama tim dalam membangun perusahaan.
Namun yang hendak kita bahas kali ini
adalah dampak dari adanya politik itu sendiri terhadap keharmonisan para
pegawai karena salah satu yang menjadi indikasi terhadap itu adalah munculnya
personal tertentu yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih dibanding personal
lain yang berada satu tim atau satu satuan kerja, padahal personal ini tidak
mempunyai prestasi maupun kinerja yang lebih dibanding personal yang lain. Maka
kepada personal yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih ini sering disebut
sebagai “anak emas”.
Keberadaan “anak emas” ini sering
menjadi gonjang-ganjing dikalangan karyawan perusahaan karena secara kasat mata
terlihat jelas perlakuan yang berbeda dari atasan kepada personal yang di “anak
emas” kan, dan itu juga akan menjalar kepada kita para pengelola ke sdm an
perusahaan untuk secara subyektif sering terpengaruh dalam mengambil tindakan
terhadap personal dimaksud. Seiring dengan perjalanan waktu fenomena “anak
emas” selalu ada disetiap perusahaan dan itu juga yang penulis alami sehingga
sering terjadi pertentangan batin dalam hal mengambil tindakan karena jika ada
satu tindakan yang dilakukan terhadap personal tersebut maka dalam waktu yang
tidak lama, salah satu dari manajemen perusahaan akan menegur bahkan memarahi
penulis, walaupun kita sudah beragumen sesuai ketentuan namun hal ini tidak
merubah sikap yang bersangkutan bahkan akan menjadikan personal itu lebih
tinggi kedudukannya dari kita.
Dampak yang timbul terhadap karyawan
lain sangat besar terutama bagi mereka yang berada dalam satu tim atau
setingkat satuan kerja, mereka sering mengungkapkan persoalan ini karena bagi
mereka, ketika sudah bekerja dan mempunyai kinerja yang baik pun tidak menjamin
karir mereka akan semulus “anak emas” dan dalam proses kegiatan pekerjaan,
“anak emas” akan diberi keringanan sementara yang lain harus “jungkir balik”
namun ketika ada pemberian reward atau penghargaan maka sang “anak emas” akan
diberi prioritas untuk mendapatkannya. Rasa Keadilan itulah ungkapan para
karyawan, yang terus wajib didengarkan oleh kita para pengelola ke sdm an
perusahaan dan harus dicarikan solusi yang “win-win” agar ini tidak melebar
kemana-mana. Solusi itu harus bisa menjembatani kepentingan semua karyawan
karena dengan adanya rasa ketidakdilan akan mengakibatkan demotivasi karyawan
bahkan yang paling parah adalah akan mengakibatkan hengkangnya tenaga-tenaga
potensial yang berakibat tingginya turn over karyawan.
Untuk menghindari dampak yang akan
terjadi, penulis mencoba untuk membuat solusi dengan melakukan evaluasi
terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya “anak emas” di beberapa perusahaan
yang tentunya penulis pernah melihatnya dan memang terjadi secara jelas, ada
beberapa hal sebagai penyebab tetapi tentunya tidak terbatas pada hal-hal
dibawah, yaitu :
1. Manajemen
perusahaan senang melihat kinerja seorang pegawai yang lebih tinggi dari yang
lain sehingga lebih fokus memberikan perhatian kepada mereka yang berkinerja
tinggi tetapi melupakan atau lalai kepada personal lain yang seharusnya lebih
diperhatikan untuk diberikan pembinaan agar kinerjanya bisa naik lagi, sehingga
penilaian lingkungan menyatakan adanya “anak emas” dalam perusahaan.
2. Bahwa
personal yang menjadi “anak emas” masih punya hubungan kekerabatan dengan pemilik
perusahaan sehingga manajemen tentunya punya sikap yang cenderung memberikan
keistimewaan kepada personal itu, walaupun belum tentu pemilik perusahaan
memberikan sinyal untuk hal itu. Dalam situasi dan kondisi seperti itu biasanya
manajemen mengambil sikap “safety player” atau main aman-aman saja.
3. Pihak
manajemen punya kencenderungan untuk tertarik secara personal sehingga
melahirkan “anak emas” baik itu karena penampilan atau bisa saja karena kinerja
yang bersangkutan. Namun yang paling besar kecenderungannya adalah karena
penampilan, dengan kecenderungan itu maka tercipta sebuah situasi dan kondisi dimana
timbul penafsiran secara berbeda-beda oleh karyawan dan selalu kencenderungannya
negatif.
4. Memang juga
ada karena terindikasi unsur SARA yang menjadikan seorang karyawan bisa
mendapatkan perhatian yang berlebih dari manajemen perusahaan, hal ini sering
mengakibatkan rawan tindakan negatif walaupun dapat saja hanya bersifat verbal
dari lingkungan sekitar namun itu tentu saja merupakan awal dari adanya demo
kecil-kecilan.
5. Yang lebih
membingungkan adalah ketika “anak emas” memberikan pendapat yang secara akal
sehat dan logika kita tidak bisa diterima namun pihak managemen dengan tangan
terbuka menerimanya secara langsung, biasanya kemampuan “anak emas” ini
dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat supranatural.
Dari beberapa penyebab diatas, penulis
lebih fokus untuk menyelesaikan penyebab nomor dua dan tiga saja karena kedua penyebab itulah
yang dominan terlihat oleh penulis namun jika ada hal lain diluar keduanya
tidak bisa dideskripsikan oleh penulis, sehingga solusi dari keduanya yang
menjadi dasar penulis dalam menyelesaikan atau meminimalkan dampak dari
permasalahan “anak emas”.
Karena permasalahan ini sering
diidentikan sebagai politik kantor maka sebaiknya kita juga harus mencoba masuk
dalam pusaran itu untuk mengetahui lebih jauh lagi situasi dan kondisinya,
karena untuk mencari solusi mau tidak mau harus mengeluarkan energi lebih lagi
dan merupakan tantangan tersendiri bagi kita para pengelola ke sdm an
perusahaan. Penulis berhasil membuat gambarannya untuk mengambil solusi
berdasarkan data-data sebagai berikut :
1.
Seberapa dekat personal dimaksud dengan pemilik atau
manajemen, agar bisa kita pikirkan bagaimana menjangkaunya, jika dekat maka
kita dapat mengajak yang bersangkutan dalam memecahkan masalah-masalah umum
yang ada di perusahaan. Jika tidak dekat maka kita dapat membawa yang
bersangkutan dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak melibatkan orang lain,
sehingga karyawan lain tidak dapat melihat secara langsung atas perbedaan
perlakuan kepada yang bersangkutan.
2. Bahwa perlu
kita yakini tidak semua manajemen punya pandangan yang sama dalam memperlakukan
“anak emas”, kita akan mendapatkan manajemen yang berbeda pandangan itu
walaupun tidak secara terang-terangan, maka kepada dialah kita bisa
menggantungkan harapan kita untuk merubah situasinya.
3. Melakukan
evaluasi terhadap struktur organisasi dan peraturan perusahaan yang berlaku di
perusahaan.
Dari data-data yang didapat tersebut
diatas maka penulis mencoba untuk membuat struktur organisasi yang baru dan melakukan
pembuatan turunan dari peraturan perusahaan yang belum terlaksana, hal ini
dikarenakan belum tersedianya turunan atau petunjuk pelaksana atas peraturan
perusahaan, kedua kegiatan itu sebenarnya ada saling keterkaitan, sebagai
contoh yaitu bagaimana akan menempatkan personal pada satu jabatan dikaitkan
dengan struktur gaji dan mekanismenya yang diatur secara jelas didalam
peraturan perusahaan. Kemudian kita sampaikan kepada pihak manajemen atas apa
yang telah kita lakukan dengan alasan bahwa belum tersedianya faktor-faktor
diatas. Selanjutnya jika pihak manajemen setuju maka tentunya kita minta ijin
untuk melakukan sosialiasi kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali.
Konsistensi adalah kata kunci dalam
melaksanakan peraturan perusahaan beserta turunannya dan yang paling utama juga
adalah ketika selesai sosialisasi maka data-data atau bahan sosialisasi harus
mudah diakses oleh seluruh karyawan. Fenomena “anak emas” tidak mudah dihapus
atau dihilangkan namun yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat bahwa
seluruh manajemen perusahaan bisa berlaku adil terhadap semua karyawan, salah
satunya adalah konsistensi dalam menerapkan peraturan perusahaan, pelaksanaan
ini akan mudah apabila di perusahaan ada serikat karyawan atau lembaga lain
yang berfungsi sebagai lembaga bipartit.
Ini mungkin hanya satu contoh atas
apa yang penulis lakukan di satu perusahaan dalam menyikapi adanya fenomena
“anak emas”, tentu ini bukan solusi satu-satunya karena bisa saja ada perbedaan
dalam mencari solusi untuk meminimalkan fenomena itu di setiap perusahaan, yang
perlu dan penting adalah bagaimana dan apa yang kita rencanakan, bisa diterima
semua kalangan mulai dari manajemen sampai dengan karyawan pada tataran
dibawah.
