Pertarungan kesempatan

0

Written on 17.29 by Ed's-HRM

Ketika bertemu dengan seseorang yang sudah lama berpisah dan sebagai kawan lama pertemuan itu tentunya dijadikan momen untuk membicarakan pengalaman masing-masing yang tentunya ada hal-hal yang menarik untuk diceritakan. saling berbagi cerita pengalaman masing-masing, mulai dari pembicaraan tentang keluarga sampai dengan pekerjaan. Kami berpisah sudah hampir 10 tahun dimana kami awalnya bekerja pada sebuah perusahaan yang sama dan secara bersama pula berhasil menduduki jabatan yang mapan, seiring dengan berjalannya waktu, secara mendadak kawan ini menyatakan untuk segera mengundurkan diri dari perusahaan dengan alasan ingin berkarir diluar perusahaan. Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya kenapa kawan ini ingin mundur sementara karirnya di perusahaan demikian meroket, hal ini juga yang dipertanyakan oleh rekan-rekan kerja yang lain pada saat itu. Untuk diketahui perusahaan kami ini adalah perusahaan besar milik pemerintah dan sudah go publik, jadi tentunya bukan perusahaan sembarangan dan juga merupakan perusahaan yang mempunyai prospek kedepan.

Setelah hampir dua tahun kawan saya menghilang tanpa kabar, ada keinginan saya untuk juga mengundurkan diri dari perusahaan dan yang menjadi alasan pada saat itu adalah bahwa saya ingin juga berkarir di luar perusahaan, sebuah alasan yang mungkin ini alasan klise karena hampir semua orang yang keluar dari perusahaan mempunyai alasan seperti ini. Memang alasan seperti ini akan menyulitkan para pengelola SDM perusahaan untuk mempertahankan mereka karena selain tidak bisa memberikan jaminan yang terbaik juga adalah bahwa mengundurkan diri merupakan hak dari individu karyawan, selain itu apabila ada karyawan yang mengundurkan diri akan mendapat perlindungan atau diatur juga dalam Undang-undang Tenaga Kerja.

Kembali pada topik bahasan kita kali ini yaitu mengenai alasan individual untuk mengundurkan diri dari perusahaan, setelah berbicara secara pribadi dengan mereka maka ada beberapa alasan yaitu :

  1. adanya keinginan untuk berusaha sendiri karena mereka merasa sudah cukup lama bekerja dibawah perintah orang lain.
  2. adanya keinginan bergabung dengan perusahaan lain karena demografis artinya karena lokasi perusahaan yang baru berada pada lokasi yang memang menguntungkan mereka secara pribadi dan keluarga.
  3. adanya keinginan bergabung dengan perusahaan lain karena merupakan tantangan baru artinya bekerja dengan perusahaan yang baru, sistem dan produk yang berbeda tentunya membawa tantangan tersendiri.

Dari ketiga alasan yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa mereka keluar karena ingin adanya perubahan pada diri mereka artinya bahwa perubahan bisa dilakukan oleh mereka sendiri bukan oleh orang lain dan ini adalah sebuah sikap individual yang harus dihargai oleh semua pihak didalam perusahaan.

Ada yang menarik pada alasan yang tertulis pada point 3 yaitu mereka ingin tantangan yang baru artinya bahwa mereka mencari kesempatan (peluang) baru dengan meninggalkan kesempatan (peluang) yang sudah ada pada genggaman tangan mereka, kondisi inilah yang dapat kita sebut sebagai sebuah pertarungan kesempatan. Kondisi ini bukan tanpa resiko karena ketika berhasil tentu merupakan sebuah nilai atau prestasi sementara jika gagal tentunya akan membuat masa depan mereka semakin buram saja tetapi saya yakin bahwa mereka yang menginginkan perubahan, tidak akan pernah menyerah pada satu kondisi saja, mereka akan terus berusaha dan berusaha sampai tujuan mereka tercapai.

Ketika seseorang ingin melaksanakan pertarungan maka tentunya mereka akan melakukan persiapan yang matang, baik untuk senjata maupun situasinya, karena seperti ditulis diatas bahwa kegagalan merupakan harga yang mahal karena hilangnya sebuah kesempatan sehingga harus mengulang dan mengulang lagi. Ada dua kategori individual yang melakukan persiapan pertarungan, yaitu :

  1. Safety Player, yaitu individual yang melakukan pertarungannya melalui jalur aman, yakni dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan bantuan tertentu salah satunya melalui jaringan (network) keluarga atau pertemanan termasuk didalamnya keluarga alumni tertentu. Model ini tentunya mampu memperkecil resiko (low risk) tetapi dari sisi lain kemampuannya yang merupakan senjata atau amunisi yang dimiliki belum teruji penuh.
  2. Single Fighter, yaitu individual yang dengan keyakinan penuh akan mampu bertarung sendiri, dan dengan kemampuan yang dimilikinya serta rasa optimis akan mampu mengambil setiap kesempatan yang ada. Individual seperti ini tentu menyadari bahwa ia telah mengambil resiko tinggi (high risk) dengan pertaruhan adalah masa depannya sendiri. Model seperti ini bagi seseorang merupakan ujian penuh atas kemampuan yang dimilikinya termasuk didalamnya adalah mental.

Dalam prosesnya ternyata kedua kategori ini juga ada yang saling melengkapi artinya ketika seseorang sebagai safety player namun setelah bekerja di beberapa perusahaan dan mempunyai pengalaman yang banyak, yang bersangkutan kemudian berubah menjadi single fighter, demikian juga sebaliknya, setelah beberapa perusahaan dimasukinya, seorang single fighter akhirnya mempunyai jaringan sendiri dan berubah menjadi safety player, bagi mereka yang penting adalah selalu terjadi perubahan dari waktu ke waktu.

Pertarungan kesempatan ini akan terus berlangsung dan akan semakin kompetitif karena para individual akan semakin banyak dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi juga, termasuk didalamnya adalah para tenaga kerja asing yang terus merangsek masuk di era globalisasi ini. Bagi yang menyukai tantangan tentu hal ini akan semakin membuat adrenalinnya bertambah karena tentunya akan ada kepuasan tersendiri bila nantinya berhasil, sementara itu sebaliknya juga bagi yang belum mempunyai mental yang kuat tentunya akan berfikir ulang untuk melakukan pertarungan.

Ditempat yang lain yakni di perusahaan yang telah ditinggalkan oleh mereka-mereka yang ikut pertarungan kesempatan diluar perusahaan maka akan terjadi kekosongan yang harus segera diisi oleh mereka-mereka yang masih tinggal di perusahaan atau para pengelola SDM perusahaan harus mencari lagi dari luar perusahaan. Dengan kondisi seperti ini tentunya memberikan peluang yang besar bagi mereka yang tinggal karena persaingan semakin rendah bahkan mungkin ada perusahaan yang dengan terpaksa mengangkat orang yang ada saja, ini artinya sudah tidak ada persaingan lagi di perusahaan. Kondisi ini juga mengisyaratkan bagi mereka yang tinggal bahwa diangkat menjadi pejabat saat ini bukan merupakan kebanggaan karena diraih tanpa persaingan atau tidak melalui pertarungan kesempatan sehingga apakah yang bersangkutan punya kemampuan yang sesuai atau tidak, belum teruji. Selanjutnya bagaimana dengan individual yang masih juga tidak mendapat kesempatan untuk diberi tanggungjawab oleh perusahaan padahal persaingan sudah semakin demikian rendah, buat saya ini menjadi tugas yang berat bagi pengelola SDM perusahaan, untuk membuat mereka mempunyai karir yang jelas atau jika tidak bisa juga maka harus ada langkah berani seperti misalnya memberikan pensiun dini.

Banyak yang mengatakan bahwa mereka yang tinggal di perusahaan itulah yang disebut safety player, mereka merasa aman berada di perusahaan atau disebut juga mereka sedang berada di zona nyaman (comfort zone), karena itu mereka tidak terlalu memikirkan perubahan apalagi harus mengambil resiko, sehingga yang mereka pikirkan adalah bekerja seperti biasa dan menunggu waktu pensiun tiba, saat itulah mereka baru keluar dari perusahaan. Bagi mereka yang berada pada posisi yang tinggi biasanya mendekati pensiun adalah waktu yang menggelisahkan karena mereka sadar dan takut bahwa akan mengalami post power sindrom, bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka belum siap untuk pensiun.

Banyak perusahaan yang mempersiapkan mental para karyawan untuk menjalani masa pensiun mereka dan salah satu caranya adalah adanya program kegiatan pra pensiun, mereka ini diberi pengetahuan maupun kemampuan yang lain untuk mengisi masa pensiun mereka, itu artinya bahwa perusahaan telah memberikan senjata kepada para pensiunan perusahaan untuk bertarung kesempatan walaupun dalam bentuk yang lain, dan apakah para pensiun juga sudah dapat atau siap menerima pertarungan itu atau tidak, hanya mereka yang tahu.

Tulisan ini tidak untuk menghakimi seseorang karena hidup memang pilihan termasuk didalamnya masalah pekerjaan, kita sendiri yang harus memilih, dengan segala resiko yang harus kita tanggung nantinya karena walau apapun pilihan kita semua tentu akan mengandung resiko, namun kita harus mampu meminimalkan resiko, jadi sekali lagi anda boleh memilih………

Keunggulan dalam Dunia Pendidikan

0

Written on 01.27 by Ed's-HRM

Di era tahun 90 an, sering terdengar bahkan hampir setiap hari kita mendengar mengenai berdirinya sekolah-sekolah unggulan, baik yang didirikan di kota-kota besar di Pulau Jawa ataupun didaerah-daerah tertentu di luar Pulau Jawa dan sekolah-sekolah ini tumbuh bak jamur di musim hujan. intinya semua menginginkan bahwa sekolah yang mereka dirikan merupakan sekolah yang terunggul dari sekolah lain dan mereka yang menginginkan dan bercita-cita seperti itu adalah pihak pemerintah maupun pihak swasta yang bernaung dibawah bendera yayasan tertentu.

Sebuah pengalaman menarik ketika penulis pernah tinggal disebuah Kabupaten di Sumatera dan Kabupaten ini terletak jauh dari ibukota Propinsi kurang lebih 200 Km dan disitu berdiri sebuah sekolah menengah umum negeri dan sekolah ini hanya satu-satunya yang dikelola pemerintah sementara yang lain didirikan oleh yayasan agama. Ketika mereka mengklaim bahwa sekolah ini menjadi sekolah unggulan, penulis mencoba menelusuri untuk melihat apa yang menjadi keunggulan sekolah tersebut dibanding sekolah lainnya yang ada di Kabupaten itu, ternyata apa yang disebut keunggulannya adalah bertambahnya waktu keberadaan siswa di sekolah yaitu dari pagi sampai dengan sore, bertambahnya waktu karena para siswa diberi pelajaran ekstrakulikuler yang beragam namun dengan fasilitas yang seadanya sementara dari sisi program pengajaran (Proses Belajar Mangajar) tidak terlalu ada yang patut diunggulkan karena semua berjalan sesuai normatif. Secara kasat mata memang boleh dikatakan sekolah itu menjadi unggul dibanding sekolah lain yang ada disitu tetapi itu bukan patokan atau acuan yang riil karena jelas sekolah yang lain berjalan apa adanya karena tidak didukung finansial yang berlebihan dibanding sekolah negeri, sehingga keunggulan sekolah itu menjadi sesuatu yang relatif artinya jika sekolah lain diberikan fasilitas dan dana yang sama apakah sekolah negeri itu menjadi unggul dibanding yang lain, jawabannya belum tentu.

Jadi apa sebenarnya yang membuat sekolah menjadi unggul atau mempunyai keunggulan, tentu kita harus punya parameter atau ukuran yang jelas agar sekolah yang mempunyai keunggulan itu telah memenuhi semua syarat berupa parameter atau ukuran yang ditetapkan dan dilakukan seleksi oleh tim yang independen. Lalu apa yang menjadi parameter atau ukurannya, hal itu akan kita dapatkan pada alinea dibawah, tetapi yang jelas kita seharusnya tidak menerima begitu saja kata “unggul” jika itu dilontarkan oleh sekolah itu sendiri atau para pendirinya karena biasanya pada saat ini banyak orang yang mendirikan sekolah hanya berorientasi untuk kepentingan bisnis semata. Namun harus diakui ada juga para konglomerat yang peduli akan pendidikan bangsa ini dan menyisihkan sebagian dari hartanya untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Apa saja parameter atau ukurannya,agar kita menilai jika sebuah sekolah atau lembaga pendidikan itu dapat dikatakan mempunyai keunggulan, yaitu :

  1. Mutu;yang menjadi acuannya adalah tingkat kelulusan yang relatif tinggi dan nilai kelulusan sesuai standar Nasional, adanya peserta didik yang mempunyai prestasi di bidang akademis baik tingkat Nasional maupun Internasional (pendidikan formal), sementara untuk kejuruan dan lembaga non formal, lulusannya 90 % berhasil diserap oleh perusahaan maupun membuka usaha sendiri.
  2. Metoda; Pemberian materi program pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap daya serap peserta pendidikan terutama bila metoda yang digunakan sangat berbeda dengan metode yang saat ini banyak diaplikasikan oleh pendidikan formal sejenis.
  3. Program Pendidikan; akan sangat memberikan nilai yang lebih apabila program pendidikan merupakan program yang unik dan jarang namun merupakan sesuatu yang dibutuhkan saat ini serta merupakan harapan di masa depan pada bangsa ini.
  4. Biaya rendah,mutu tinggi; jika lembaga itu mendapat suntikan dana dari instansi lain (non pemerintah/departemen) baik untuk lembaganya maupun para pesertanya (bea siswa), dana itu diberikan karena peran lembaga pendidikan ini sangat strategis atau juga karena kemampuan lembaga itu dalam mencari dana sendiri melalui afiliasi industri atau kerjasama pengembangan dengan institusi lainnya.
  5. Fasilitas; Penggunaan yang maksimal untuk seluruh fasilitas (beserta kelengkapannya) yang tersedia sehingga mempunyai nilai tambah bagi lembaga pendidikan itu sendiri maupun peserta pendidikan.
  6. Lingkungan;Merupakan sesuatu yang menjadi bahan evaluasi karena peserta pendidikan juga memerlukan kenyamanan,keamanan,keindahan,keselamatan dan kesehatan yang terjaga.
  7. Peran; setiap lembaga pendidikan seyogyanya harus mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya sehingga keberadaan lembaga itu bukan merupakan beban bagi sekitarnya.

Dengan adanya tool diatas maka tentunya kita dapat menentukan apakah sebuah sekolah dapat dikatakan unggul dibanding sekolah lain, memang alat yang menjadi ukuran terlalu ideal sehingga mungkin saja akan sulit tercapai secara keseluruhan, hal itu dapat dimengerti, sebenarnya alat ukur diatas dapat dibuat fleksibel artinya dari 7 (tujuh) point diatas apabila sebuah sekolah hanya terpenuhi 4 (empat) sementara sekolah lain hanya 2 (dua) atau 3 (tiga) maka sudah tentu sekolah yang memenuhi 4 (empat) poin saja dapat dikategorikan sekolah unggulan, demikian seterusnya sampai ada yang lebih banyak lagi dibanding yang lain.

Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa membuat sekolah unggulan haruslah secara berjenjang artinya kita harus membuat sekolah unggulan dimulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat atas secara berkesinambungan karena jika kita hanya membuat yang tingkat dasar saja maka outputnya akan menjadi rendah kembali karena tidak ada wadah lanjutannnya demikian juga jika membuat tingkat atas saja maka input yang seharusnya mempunyai kemampuan yang dipersyaratkan tidak akan diperoleh karena pada program pada tingkat dasarnya tidak sinkron dengan program tingkat atas. Dengan demikian membuat sekolah unggulan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi sosial masyarakat terutama ketercukupan gizi masyarakat, sehingga ada istilah yang mengatakan untuk memdapatkan output yang baik maka harus disediakan input yang baik juga.

Bahasan atau tulisan ini untuk memberikan gambaran kepada kita bahwa membuat sekolah unggulan selayaknya bukan didasarkan pada semangat atau slogan saja tetapi haruslah sudah ada wujud nyatanya dengan memulai membenahi semuanya dan segera melangkah dengan rencana dan program yang nyata juga sepanjang kita mempunyai daya dukung yang kuat akan tetapi jika memang tidak ada dukung mulailah dengan mencari dukungan dengan meyakinkan para pihak termasuk didalamnya kepada perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepedulian terhadap dunia pendidikan kita.

Semenatara itu tulisan ini juga merupakan bahan masukan bagi kita sebagai pengelola perusahaan bahwa membangun masyarakat disekitar lingkungan perusahaan (community development) adalah tugas yang sangat mulia, apalagi jika perusahaan menginginkan membangun sekolah unggulan, karena selain memberikan sesuatu yang sangat berharga, program itu secara umum merupakan kepedulian perusahaan akan nasib bangsa kedepan dan secara khusus bahwa perusahaan sedang mempersiapkan kader-kader pengelola perusahaan di masa yang akan datang, jadi jangan melihat sebagai biaya tinggi (high cost) tetapi lihat itu sebagai asset perusahaan….

MaBiBo

0

Written on 18.56 by Ed's-HRM


Bagi sebagian orang judul diatas bukanlah sesuatu yang baru atau mungkin bagi sebagian orang lagi judul diatas pernah mendengar dan tahu tetapi karena judul diatas sudah jarang digunakan sehingga kita tidak ingat lagi akan tetapi mungkin saja bagi sebagaian lagi judul diatas masih terasa asing karena belum pernah mendengar atau tahu tentang mabibo. Untuk itu maka pada bahasan kali ini saya mencoba membuka cakrawala ingatan kita tentang judul diatas. Mabibo merupakan sebuah singkatan dari kata-kata Mau Bisa Boleh dan apa essensi dari ketiga kata itu bagi kita para pengelola SDM perusahaan.

Dalam sebuah proses pengembangan SDM perusahaan maka setiap karyawan diberi hak untuk mengembangkan dirinya dan perusahaan wajib memfasilitasi semua kegiatan pengembangan itu baik dari sisi programnya maupun sarana infrastrukturnya. Namun ketika yang paling penting dari semua itu adalah bagaimana kemauan karyawan untuk mengembangkan diri sendiri karena tanpa ada kemauan dari yang bersangkutan maka setiap program akan menjadi sia-sia dan tidak akan menghasilkan sesuatu sesuai harapan perusahaan. Kemauan adalah sebuah sikap yang melekat pada masing-masing individu sebagai dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu baik itu karena adanya faktor dari luar maupun yang terdorong dari dalam (motive) karena itu jika seorang tidak terdorong oleh dirinya sendiri maka kita sebagai pengelola harus mampu membaca situasi ini dengan memberikan dorongan atau semangat untuk membangkitkan kemauan itu.

Ketika seorang individu sudah terlihat mempunyai kemauan yang tinggi untuk mengembangkan dirinya maka hasil akhir dari itu adalah kemampuan yang akan dimiliki oleh individu tersebut, kemampuan inilah yang dalam konteks bahasan kita disebut Bisa. Kita menyakini bahwa tanpa ada kemauan seorang individu akan mengalami kesulitan nantinya karena tidak akan ada kemampuan yang dimilikinya, seseorang harus menabur maka ia akan menuai hasilnya. Bagi kita para pengelola SDM perusahaan tentunya ketika para karyawan sudah mempunyai kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan maka dampaknya tentu akan meningkatkan kinerja perusahaan itu sendiri dan inilah salah satu peran strategis dari unit atau bagian Pengembangan SDM didalam organisasi perusahaan.

Setelah adanya kemauan dan kemampuan (bisa) yang ditunjukkan oleh seorang karyawan maka tahapan berikutnya adalah bagaimana perusahaan memberikan kepercayaan dengan tanggung jawab yang lebih kepada karyawannya atas kegiatan pekerjaan sehari-hari atau yang lebih kita kenal disebut dengan promosi. Tahap inilah yang dalam bahasan kali ini kita sebut Boleh, karena ketika seorang karyawan dengan kemauan yang tinggi dan kemampuan yang melebihi dari karyawan lain maka kepadanya harus diberikan kesempatan (boleh) untuk mendapatkan kenaikan jabatan (promosi), hal ini berkaitan juga dengan dorongan (motif) orang untuk bisa berprestasi lebih tinggi lagi sehingga yang bersangkutan merasa adanya penghargaan atas jerih upayanya.

Persoalan yang muncul berkaitan dengan kesempatan adalah :

  1. Formasi yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang akan mengisi artinya masih banyak supply dibanding demand. Perbedaan ini disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan perusahaan sementara kecepatan pengembangan SDM demikian tinggi, dampaknya adalah manajemen akhirnya menempatkan orang pada jabatan-jabatan yang sengaja “diadakan” agar bisa mengakomodir semuanya.
  2. Manajemen mengintervensi sistim karier dengan menempatkan orang kepercayaan pada posisi tertentu sehingga menutup kesempatan orang lain yang notabene mempunyai kemampuan lebih diatas.
  3. Ketidakpercayaan manajemen kepada para pengelola SDM perusahaan dalam proses penempatan (placement) dengan mengambil alih prose situ secara keseluruhan.

Dengan permasalahan yang muncul seperti diatas maka ketika kesempatan orang menjadi sempit dan tentu akan membuat motivasi karyawan untuk berprestasi menjadi turun, akibatnya program pengembangan SDM pun tentunya menjadi akan stagnan dan akhirnya hanya akan menjadi “hiasan” saja dalam perusahaan.

Ketiga tahapan yang kita sebut mabibo tadi merupakan sebuah program pengembangan SDM perusahaan sehingga sepatutnya kita harus benar-benar mengelola dengan baik, terutama mempersiapkan infrastrukturnya termasuk didalam rencana karier dan program suksesi. Banyak contoh perusahaan yang sudah menerapkan ini salah satunya adalah PT. Telkom, perusahaan ini bisa dijadikan referensi untuk atau sebagai bahan banding.

Jika kita kembali ke judul bahasan kali ini yaitu tentang adanya kemauan merupakan hal yang paling utama dalam diri karyawan dan untuk mendeteksinya kita bisa gunakan dalam perangkat psikologi test, artinya kemauan bisa merupakan bawaan individu sehingga ini adalah input dari proses itu sendiri kemudian kemampuan adalah hasil dari sebuah proses pengembangan baik difasilitasi maupun tidak, karena pada dasarnya manusia punya keinginan untuk belajar dan ini selalu muncul dari dalam dirinya. Sementara itu kesempatan harus difasilitasi oleh perusahaan, jika tidak maka orang akan melihat perusahaan lain yang akan memberikan kesempatan, ini akan berakibat kepada turn over yang tinggi.

Ada sebuah kesimpulan yang dapat kita tarik bahwa ketiga tahapan ini merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan karena ketiganya merupakan sebuah sistim, jadi akan terus berjalan secara berkesinambungan tanpa putus kecuali ketika orang atau karyawan masuk usia pensiun atau resign ditengah jalan.

Corporate Social Responsibility (CSR)

0

Written on 19.08 by Ed's-HRM

Pada tulisan kali saya tidak membahas pengelolaan SDM secara khusus akan tetapi bagaimana peran pengelola SDM perusahaan untuk menunjang program perusahaan yang saat ini banyak didengungkan yaitu tentang Tanggung jawab social Perusahaan, untuk itu kita harus tahu dahulu apa yang dimaksud dengan Tanggung jawab social perusahaan dan peran pengelola SDM perusahaan.

Banyak pakar manajemen mengatakan bahwa perusahaan akan bertahan dan terus survive (sustainable advantage) jika mampu berdaya saing dengan kompetitornya, salah satu caranya adalah bahwa perusahaan akan mampu bertahan jika adaptif terhadap lingkungan sekitar. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mewujudkan hal itu, dan salah satunya adalah dengan menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan, atau corporate social responsibility.

Namun sebelum kita membahas mengenai CSR ini ada baiknya kita mengetahui secara jelas apa yang dimaksud dengan CSR, karena banyak pengertian mengenai CSR yang berkembang didunia usaha kita saat ini namun menurut wikipedia dan ini bisa menggembarkan secara umum, adalah :

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam tulisan akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Tetapi ada juga yang secara sederhana dapat didefinisikan CSR adalah serangkaian kegiatan yang dibiayai oleh perusahaan guna memberdayakan warga di sekeliling pabrik dengan membangun fasilitas-fasilitas sosial dan bisnis bagi mereka.

Apapun definisi dari CSR yang jelas adalah bagaimana perusahaan secara khususnya mempunyai kepedulian akan lingkungan sekitarnya terutama berkaitan dengan upaya perusahaan bersatu dengan lingkungan dengan jalan ikut membangun dan menata lingkungan baik secara pisik maupun spiritual. Kepedulian kepada masyarakat sekitar dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi perusahaan di dalam sebuah lingkungan melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi perusahaan dan lingkungannya. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

Banyak perusahaan yang sukses menjalan program CSR walau dengan sangat selektif dalam menjalankan programnya namun terlihat sangat menarik untuk dijadikan contoh atas sebuah keberhasilan program CSR, perusahaan seperti Aqua, Unilever, Sampoerna, Jarum, dan IBM serta masih banyak yang lainnya, melakukannya dengan smart. Aktivitas CSR tidak sekadar di kawasan sekitar pabrik melainkan menyentuh kalangan yang lebih luas.

Sampoerna dan Jarum dikenal konsisten dengan program beasiswa yang mutunya dijaga ketat juga terus meningkatkan prestasi bidang keolahragaan, sementara Aqua dan Unilever memperkenalkan nilai-nilai kejujuran, empati kepada sesama, dan pentingnya kebersihan dalam hidup sehari-hari. Dengan teknologinya, IBM membantu korban gempa dan tsunami di Aceh maupun Nias serta renovasi candi Borobudur.

Dengan demikian program CSR bukan lagi soal donasi atau pemberian bantuan fisik, tetapi telah merambah kepada hal lain berupa penyebaran nilai-nilai kebaikan yang menembus segala ruang dan sekat. Sentuhan yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut pada nilai-nilai universal tentang perbuatan dan perilaku luhur itu dengan cepat menyentuh hati orang. Mari kita tengok mengenai keberhasilan program CSR ternyata reputasi perusahaan pun terangkat, dan tentu saja image perusahaan didalam masyarakat menjadi baik bahkan istimewa dan dampaknya penjualan meningkat. Artinya menjadi jelas bahwa semuanya akan bermuara pada bisnis juga kan...

Memang contoh perusahaan diatas adalah perusahaan yang langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga dengan reputasi yang demikian tinggi maka konsumen tentu saja dengan sukarela mengeluarkan uang untuk membeli produk dari perusahaan dengan citra positif. Lalu bagaimana dengan perusahaan pertambangan yang notabene tidak bisa disamakan secara produk dan konsumennya apalagi banyak perusahaan pertambangan yang berada pada remote area, secara philosofi keberadaan program CSR tentu sangat berguna bagi masyarakat sekitar area pertambangan. Memang banyak masyarakat sekitar Tambang yang mengeluh karena ternyata keberadaan tambang tidak dirasakan secara riil malahan banyak lahan rakyat yang diambil dengan penggatian yang tidak memadai dan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang dalam pengelolaan manajemennya lebih didasarkan pada profit oriented. Akibatnya program CSR tidak berjalan dengan semestinya dan hal ini juga dimungkinkan karena tidak ada audit dari instansi terkait terhadap program CSR setiap perusahaan.

Dari sisi perusahaan sering muncul pertanyaan mengenai bagaimana mengukur sebuah keberhasilan dalam melakukan program CSR karena jangan sampai muncul ungkapan bahwa program ini hanya untuk menghabiskan uang perusahaan tanpa ada hasil yang jelas. Dapat diuraikan disini bahwa skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu perusahaan dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.

Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.

Sementara itu untuk pengelola SDM perusahaan dapat mengambil peran dalam program CSR, yaitu dapat berwujud pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.