Written on 23.51 by Ed's-HRM
Loyalitas
Penetapan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, sebagai
tersangka kasus pembunuhan Brigadir J merupakan babak baru pengungkapan misteri
kematian Nofriansyah
Yosua Hutabarat, dengan demikian sudah ada 5 tersangka yang ditetapkan oleh
POLRI selain itu juga direkomendasikan ada 35 orang untuk dikurung ditempat
khusus. Apakah jumlah tersangka akan bertambah lagi, jika melihat rekomendasi
itu maka kemungkinan untuk bertambah sangat besar. Melihat demikian banyaknya
yang terlibat dengan pangkat yang beragam mulai dari jenderal hingga yang
terendah Bharada, disisi lain mereka mempunyai peran yang berbeda dan yang
terlibat langsung dengan menembak sampai dengan dugaan melakukan tindak pidana
yaitu obstruction of justice menghalangi penyidikan. Hal ini
mengindikasikan begitu kuatnya pengaruh seorang Ferdy Sambo sebagai seorang
atasan atau pimpinan, sementara begitu loyalnya para bawahan sehingga mau
melakukan tindakan brutal terhadap sejawatnya sendiri. Dari uraian diatas
penulis hanya menggaris bawahi atau tertarik mengenai loyalitas para bawahan dalam
hal ini kepada atasan atau pimpinan mereka. Loyalitas memang diperlukan sebagai
sebuah kompetensi dalam menduduki satu jabatan pada institusi atau perusahaan
namun tolok ukur bentuk loyal itu sendiri sulit diidentifikasi untuk
pengukurannya.Karena tidak adanya tolok ukur yang jelas maka sebuah perintah
dari atasan harus dilaksanakan karena akan dijadikan keberhasilan seorang
bawahan menjadi loyal atau tidak, kasus diatas merupakan indikator kalau mau
disebut loyal harus ikut perintah atasan walaupun untuk itu harus melanggar
aturan dan beresiko apalagi sampai merugikan orang lain atau jika bawahan tidak
mau menuruti perintah atasan maka akan kehilangan kesempatan atau tidak akan
menikmati manfaat apa-apa dikemudian hari.
Ada 2 contoh yang berkaitan dengan loyalitas ini, contoh
pertama adalah yang saat ini sedang viral mengenai seorang Ganjar Pranowo
dengan hasil survey untuk capres 2024 dinilai paling berpeluang untuk menjadi
pengganti Pak Jokowi, namun sampai saat ini belum ada sinyal dari partainya bahwa
beliau akan dicalonkan namun sampai juga saat ini beliau tetap akan loyal pada
perintah ketua partai. Itu artinya apabila nantinya tidak dicalonkan maka akan
kehilangan kesempatannya. Contoh yang kedua adalah LB Moerdani, yang diangkat
menjadi Panglima ABRI atau yang sekarang disebut Panglima TNI oleh Presiden
Suharto, beliau sangat loyal kepada pak Harto, ada kalimat beliau “ jika ada
yang mau mengganti Presiden Suharto secara Inkonstitusional langkahi dulu mayat
saya”.Pada saat itulah Indonesia dengan kekuatan militernya sangat disegani
oleh Negara-negara tetangga. LB Moerdani juga dengan berani menyarankan kepada
pak Harto agar anak-anaknya tidak terlalu berlebihan dalam melakukan bisnis,
tentu saja saran itu membuat Pak Harto marah,
sebuah awal meredupnya kekuatan LB Moerdani sebagai Panglima ABRI yang
kemudian diganti oleh Jenderal Faisal Tanjung. Itu Artinya seorang atasan punya
kewenangan atau otoritasnya untuk mengganti posisi bawahan yang mungkin
dianggap tidak loyal.
Bagaimana dengan pegawai atau karyawan yang bekerja pada
sebuah perusahaan, apakah mereka dituntut untuk loyal kepada atasan mereka atau
juga kepada perusahaan, bahwa banyak perusahaan mengharapkan para pegawai atau
karyawannya untuk loyal namun kembali lagi tolok ukur seseorang itu loyal atau
tidak itu juga tidak jelas, sehingga ada perusahaan tidak menggunakan loyalitas
sebagai kompetensi dalam menduduki satu jabatan atau posisi dalam
organisasinya. Sebenarnya pada era saat ini loyalitas kepada perusahaan sudah
tidak relevan lagi karena banyak tenaga kerja yang memilih untuk loyal kepada
keahlian atau profesinya sehingga perusahaan harus siap ditinggalkan apabila
tenaga kerja ini merasa situasi dan kondisi perusahaan tidak mendukung apa yang
mereka inginkan atau bayangkan sebelumnya. Tidak ada yang benar atau salah
mengenai loyalitas karena itu menjadi sebuah pilihan kalau kita mau loyal
terhadap atasan maka loyalitas kita harus mengedepankan dan menyesuaikan dengan
perundangan dan peraturan maupun norma yang berlaku dan jangan sampai merugikan
orang lain, demikian juga ketika kita ingin loyal dengan keahlian atau profesi
kita maka kedepankan juga etika dan moral dan peraturan yang berlaku.
Written on 23.50 by Ed's-HRM
Anak
Emas
Sebagaimana pernah dibahas sebelumnya
mengenai politik kantor (Office Political) yang biasa terjadi dan selalu ada
disetiap perusahaan, seperti diketahui bahwa jika kita berbicara politik maka
yang terlintas dalam pikiran kita adalah adanya kepentingan bersama antara
individu atau kelompok. Hal ini memang tidak bisa dihindari karena itu juga
bagian dari strategi dari masing-masing personal maupun kelompok dalam mempertahankan
posisi dan kelangsungan karir masing-masing. Hanya yang menjadi masalah adalah
bagaimana dengan kinerja perusahaan sebagai akibat adanya aktivitas itu, karena
tentu akan ada sisi negatif terhadap kerjasama tim dalam membangun perusahaan.
Namun yang hendak kita bahas kali ini
adalah dampak dari adanya politik itu sendiri terhadap keharmonisan para
pegawai karena salah satu yang menjadi indikasi terhadap itu adalah munculnya
personal tertentu yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih dibanding personal
lain yang berada satu tim atau satu satuan kerja, padahal personal ini tidak
mempunyai prestasi maupun kinerja yang lebih dibanding personal yang lain. Maka
kepada personal yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih ini sering disebut
sebagai “anak emas”.
Keberadaan “anak emas” ini sering
menjadi gonjang-ganjing dikalangan karyawan perusahaan karena secara kasat mata
terlihat jelas perlakuan yang berbeda dari atasan kepada personal yang di “anak
emas” kan, dan itu juga akan menjalar kepada kita para pengelola ke sdm an
perusahaan untuk secara subyektif sering terpengaruh dalam mengambil tindakan
terhadap personal dimaksud. Seiring dengan perjalanan waktu fenomena “anak
emas” selalu ada disetiap perusahaan dan itu juga yang penulis alami sehingga
sering terjadi pertentangan batin dalam hal mengambil tindakan karena jika ada
satu tindakan yang dilakukan terhadap personal tersebut maka dalam waktu yang
tidak lama, salah satu dari manajemen perusahaan akan menegur bahkan memarahi
penulis, walaupun kita sudah beragumen sesuai ketentuan namun hal ini tidak
merubah sikap yang bersangkutan bahkan akan menjadikan personal itu lebih
tinggi kedudukannya dari kita.
Dampak yang timbul terhadap karyawan
lain sangat besar terutama bagi mereka yang berada dalam satu tim atau
setingkat satuan kerja, mereka sering mengungkapkan persoalan ini karena bagi
mereka, ketika sudah bekerja dan mempunyai kinerja yang baik pun tidak menjamin
karir mereka akan semulus “anak emas” dan dalam proses kegiatan pekerjaan,
“anak emas” akan diberi keringanan sementara yang lain harus “jungkir balik”
namun ketika ada pemberian reward atau penghargaan maka sang “anak emas” akan
diberi prioritas untuk mendapatkannya. Rasa Keadilan itulah ungkapan para
karyawan, yang terus wajib didengarkan oleh kita para pengelola ke sdm an
perusahaan dan harus dicarikan solusi yang “win-win” agar ini tidak melebar
kemana-mana. Solusi itu harus bisa menjembatani kepentingan semua karyawan
karena dengan adanya rasa ketidakdilan akan mengakibatkan demotivasi karyawan
bahkan yang paling parah adalah akan mengakibatkan hengkangnya tenaga-tenaga
potensial yang berakibat tingginya turn over karyawan.
Untuk menghindari dampak yang akan
terjadi, penulis mencoba untuk membuat solusi dengan melakukan evaluasi
terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya “anak emas” di beberapa perusahaan
yang tentunya penulis pernah melihatnya dan memang terjadi secara jelas, ada
beberapa hal sebagai penyebab tetapi tentunya tidak terbatas pada hal-hal
dibawah, yaitu :
1. Manajemen
perusahaan senang melihat kinerja seorang pegawai yang lebih tinggi dari yang
lain sehingga lebih fokus memberikan perhatian kepada mereka yang berkinerja
tinggi tetapi melupakan atau lalai kepada personal lain yang seharusnya lebih
diperhatikan untuk diberikan pembinaan agar kinerjanya bisa naik lagi, sehingga
penilaian lingkungan menyatakan adanya “anak emas” dalam perusahaan.
2. Bahwa
personal yang menjadi “anak emas” masih punya hubungan kekerabatan dengan pemilik
perusahaan sehingga manajemen tentunya punya sikap yang cenderung memberikan
keistimewaan kepada personal itu, walaupun belum tentu pemilik perusahaan
memberikan sinyal untuk hal itu. Dalam situasi dan kondisi seperti itu biasanya
manajemen mengambil sikap “safety player” atau main aman-aman saja.
3. Pihak
manajemen punya kencenderungan untuk tertarik secara personal sehingga
melahirkan “anak emas” baik itu karena penampilan atau bisa saja karena kinerja
yang bersangkutan. Namun yang paling besar kecenderungannya adalah karena
penampilan, dengan kecenderungan itu maka tercipta sebuah situasi dan kondisi dimana
timbul penafsiran secara berbeda-beda oleh karyawan dan selalu kencenderungannya
negatif.
4. Memang juga
ada karena terindikasi unsur SARA yang menjadikan seorang karyawan bisa
mendapatkan perhatian yang berlebih dari manajemen perusahaan, hal ini sering
mengakibatkan rawan tindakan negatif walaupun dapat saja hanya bersifat verbal
dari lingkungan sekitar namun itu tentu saja merupakan awal dari adanya demo
kecil-kecilan.
5. Yang lebih
membingungkan adalah ketika “anak emas” memberikan pendapat yang secara akal
sehat dan logika kita tidak bisa diterima namun pihak managemen dengan tangan
terbuka menerimanya secara langsung, biasanya kemampuan “anak emas” ini
dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat supranatural.
Dari beberapa penyebab diatas, penulis
lebih fokus untuk menyelesaikan penyebab nomor dua dan tiga saja karena kedua penyebab itulah
yang dominan terlihat oleh penulis namun jika ada hal lain diluar keduanya
tidak bisa dideskripsikan oleh penulis, sehingga solusi dari keduanya yang
menjadi dasar penulis dalam menyelesaikan atau meminimalkan dampak dari
permasalahan “anak emas”.
Karena permasalahan ini sering
diidentikan sebagai politik kantor maka sebaiknya kita juga harus mencoba masuk
dalam pusaran itu untuk mengetahui lebih jauh lagi situasi dan kondisinya,
karena untuk mencari solusi mau tidak mau harus mengeluarkan energi lebih lagi
dan merupakan tantangan tersendiri bagi kita para pengelola ke sdm an
perusahaan. Penulis berhasil membuat gambarannya untuk mengambil solusi
berdasarkan data-data sebagai berikut :
1.
Seberapa dekat personal dimaksud dengan pemilik atau
manajemen, agar bisa kita pikirkan bagaimana menjangkaunya, jika dekat maka
kita dapat mengajak yang bersangkutan dalam memecahkan masalah-masalah umum
yang ada di perusahaan. Jika tidak dekat maka kita dapat membawa yang
bersangkutan dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak melibatkan orang lain,
sehingga karyawan lain tidak dapat melihat secara langsung atas perbedaan
perlakuan kepada yang bersangkutan.
2. Bahwa perlu
kita yakini tidak semua manajemen punya pandangan yang sama dalam memperlakukan
“anak emas”, kita akan mendapatkan manajemen yang berbeda pandangan itu
walaupun tidak secara terang-terangan, maka kepada dialah kita bisa
menggantungkan harapan kita untuk merubah situasinya.
3. Melakukan
evaluasi terhadap struktur organisasi dan peraturan perusahaan yang berlaku di
perusahaan.
Dari data-data yang didapat tersebut
diatas maka penulis mencoba untuk membuat struktur organisasi yang baru dan melakukan
pembuatan turunan dari peraturan perusahaan yang belum terlaksana, hal ini
dikarenakan belum tersedianya turunan atau petunjuk pelaksana atas peraturan
perusahaan, kedua kegiatan itu sebenarnya ada saling keterkaitan, sebagai
contoh yaitu bagaimana akan menempatkan personal pada satu jabatan dikaitkan
dengan struktur gaji dan mekanismenya yang diatur secara jelas didalam
peraturan perusahaan. Kemudian kita sampaikan kepada pihak manajemen atas apa
yang telah kita lakukan dengan alasan bahwa belum tersedianya faktor-faktor
diatas. Selanjutnya jika pihak manajemen setuju maka tentunya kita minta ijin
untuk melakukan sosialiasi kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali.
Konsistensi adalah kata kunci dalam
melaksanakan peraturan perusahaan beserta turunannya dan yang paling utama juga
adalah ketika selesai sosialisasi maka data-data atau bahan sosialisasi harus
mudah diakses oleh seluruh karyawan. Fenomena “anak emas” tidak mudah dihapus
atau dihilangkan namun yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat bahwa
seluruh manajemen perusahaan bisa berlaku adil terhadap semua karyawan, salah
satunya adalah konsistensi dalam menerapkan peraturan perusahaan, pelaksanaan
ini akan mudah apabila di perusahaan ada serikat karyawan atau lembaga lain
yang berfungsi sebagai lembaga bipartit.
Ini mungkin hanya satu contoh atas
apa yang penulis lakukan di satu perusahaan dalam menyikapi adanya fenomena
“anak emas”, tentu ini bukan solusi satu-satunya karena bisa saja ada perbedaan
dalam mencari solusi untuk meminimalkan fenomena itu di setiap perusahaan, yang
perlu dan penting adalah bagaimana dan apa yang kita rencanakan, bisa diterima
semua kalangan mulai dari manajemen sampai dengan karyawan pada tataran
dibawah.
Written on 23.48 by Ed's-HRM
Bertahan
atau mati
Beberapa waktu yang lalu, penulis dikontak seorang kawan lama yang hampir
15 tahun tidak bertemu, dan kawan itu dulu adalah karyawan di sebuah perusahaan
sebagai tenaga pengelola keuangan perusahaan. Pekerjanan atau tugas yang diembannya
sangat cocok dengan kompetensi yang dimilikinya yaitu lulusan fakultas ekonomi
dari sebuah perguruan tinggi di Bandung namun ketika kontak beliau mengatakan
bahwa saat ini diberi tanggung jawab untuk mengelola SDM Perusahaan, sesuatu
yang menurut beliau seperti masuk dunia yang “gelap” hal itu dikarenakan
pengetahuannya sangat awam dibidang ini. Karena diberi tugas dan tanggung jawab
oleh perusahaan maka sebagai bentuk loyalitas kepada perusahaan beliau menerima
dan secepatnya mempelajari dengan mulai mengumpulkan referensi mengenai
pengelolaan SDM Perusahaan termasuk ingin berdiskusi dengan penulis, tentu hal
seperti ini penulis sambut dengan tangan terbuka dan siap membantu beliau.
Dalam diskusi dengan beliau, penulis melihat semangat yang tinggi untuk
belajar mengenai pengelolaan SDM Perusahaan namun disisi lain ada hal yang
tentu akan sedikit banyaknya mengganggu aktivitas beliau yaitu usia beliau yang
menurut penulis sudah tidak muda lagi karena sudah memasuki usia pensiun.
Penulis terlebih dahulu mendengar apa yang beliau ingin ketahui mengenai
pengelolaan SDM Perusahaan karena bagi penulis akan lebih mudah memberikan
pengetahuan ketika yang bersangkutan sudah mempelajari dan mengalami kesulitan
dalam memahami sebuah persoalan SDM Perusahaan, juga apa rencana kerja dan target kerjanya kedepan.
Dengan demikian penulis akan memberikan pemahaman atau pengertian yang akan
mempermudah beliau dalam mengimplementasikannya, selain itu penulis harus
mengikuti pola atau alur pemikiran beliau dalam mengelola SDM Perusahaan dan
juga memberikan saran sesuai pengalaman penulis, agar bisa berjalan dengan
lancer maka penulis mempersilahkan beliau mengontak penulis melalui telepon
jika mendapat permasalahan dalam mengelola SDM Perusahaan.
Jika mengamati apa yang dialami oleh kawan lama penulis, dimana pada
usia yang telah memasuki masa pensiun, beliau diberi tugas yang tidak sesuai
kompetensinya tentunya akan menimbulkan pertanyaan tentang apa yang
melatarbelakangi perusahaan memberikan tugas kepada seorang karyawan yang akan
memasuki usia pensiun pada jabatan strategis seperti itu. Ada beberapa asumsi
yang timbul dalam pemikiran penulis dan ini memang juga sering dilakukan oleh
managemen kepada personal tertentu , yaitu :
1.
Perusahaan
memberikan tugas yang menantang bagi seorang karyawan dengan tujuan untuk
melihat apakah karyawan itu dapat bertahan atau tidak atau malah menolak tugas
itu, sejenis ujian dalam rangka rencana tugas selanjutnya yang akan diberikan
perusahaan kepada karyawan tersebut, dimasa yang akan datang.
2.
Karena
banyaknya persoalan menyangkut keuangan yang ada di dapartemen SDM maka
diperlukan orang dengan kemampuan manajerial keuangan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan dimaksud atau persoalan-persoalan non ke sdm an yang harus
diselesaikan sehingga tidak diperlukan pengetahuan pengelolaan sdm yang tinggi.
3.
Tidak
tersedianya karyawan dengan level tertentu (gaji) untuk menduduki posisi pengelola sdm sehingga perlu diangkat
karyawan yang mempunyai level sesuai persyaratan dengan tidak melihat
kompetensinya namun mungkin saja lebih kepada efisiensi.
4.
Sebaliknya
ada perusahaan yang mempunyai pandangan bahwa departemen sdm hanya pelengkap
saja sehingga keberadaannya bukan sesuatu yang strategis,jika seperti ini maka
pemberian tugas untuk mengelola SDM Perusahaan hanya karena mempersiapkan
seorang karyawan memasuki masa purnakarya alias pensiun, jadi tidak mempunyai
pengaruh apa-apa terhadap perusahaan maupun kepada karyawan dimaksud.
Keempat point diatas merupakan keputusan-keputusan yang pernah dilakukan
sepanjang penulis ketahui baik itu langsung melaksanakan ataupun hasil diskusi
dengan rekan-rekan sesama pengelola SDM Perusahaan.
Secara personal yang mengalami hal itu, seperti juga kawan saya diatas,
beliau ini sepertinya mengalami kekhawatiran tidak mampu melaksanakannya namun
dilain pihak, beliau juga harus bertahan diperusahaan daripada menolak artinya
lonceng kesusahan akan datang karena bisa perusahaan tidak lagi memberi
kesempatan bekerja, hal ini menjadi dilema buat beliau.
Written on 23.47 by Ed's-HRM
Rutinitas
atau Berubah
Sudah cukup lama tidak menulis lagi
mengenai kegiatan dalam dunia ke sdm an perusahaan, hal ini disebabkan beberapa
hal, yang salah satu diantaranya mengenai berpindahnya lokasi kerja penulis.
Berpindahnya lokasi kerja juga karena penulis keluar dari perusahaan dan masuk
ke perusahaan lain, dalam rentang 6 tahun telah ada 4 perusahaan yang telah
menggunakan tenaga penulis dalam mengelola sdm perusahaan, dengan berbagai
bidang bisnis perusahaan yang berbeda, untuk itu penulis mencoba memberikan
gambaran mengenai pengelolaan sdm pada perusahaan yang berbeda.
Ketika masuk dan keluar dari sebuah
perusahaan kemudian masuk kembali ke Perusahaan lain, mungkin ada yang berfikir
bahwa penulis merupakan “kutu loncat” ataupun nama-nama lain yang bisa membuat
setiap orang berfikir secara negatif ataupun positif, jadi silahkan itu
diserahkan kepada masing-masing individu atau personal. Namun terlepas dari
itu, yang akan ditulis disini adalah pengalaman penulis ketika bekerja di
beberapa perusahaan dengan mengambil sudut pengelolaan sdm perusahaan, ada hal
yang menarik untuk disampaikan yaitu adanya kesamaan dan perbedaan atas permasalahan
yang dihadapi dalam mengelola sdm di masing-masing perusahaan, mulai dari
kesamaan prilaku sehari hari karyawan perusahaan dalam bekerja dan merespon
setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sdm perusahaan serta reaksi
yang timbul sehingga harus ditanggapinya reaksi-reaksi itu. Adanya sudut
pandang yang berbeda dalam menanggapi reaksi-reaksi itu tentu menjadi permasalahan yang harus diselesaikan agar
tidak menjadi awal dari permasalahan baru.
Ketika ada permasalahan yang
berkaitan dengan ke sdm an, seyogyanya dengan segera para pengelola sdm
perusahaan melakukan evaluasi dan mengambil keputusan yang bisa memberikan rasa
adil bagi karyawan perusahaan walaupun rasa adil itu menjadi relatif dalam
implementasinya. Personal yang berkecimpung dengan dunia sdm perusahaan
tentunya punya pola pemecahan masalah yang berbeda dalam mengelola sdm
perusahaan, perbedaan itu disebabkan dapat saja disebabkan oleh bidang bisnis, lokasi perusahaan dan juga
karakteristik karyawan yang bekerja pada perusahaan, sementara dilain pihak
untuk sistem atau metode pengelolaan sdm hampir tidak banyak perbedaan untuk
setiap perusahaan.
Dapat dijelaskan bahwa perbedaan
bidang bisnis setiap perusahan, tentunya akan membuat adanya perbedaan dalam
menyusun sistem pengelolaan sdm perusahaan karena setiap perusahaan mempunyai
visi dan misi sendiri, selain itu dari jumlah tenaga kerja bila dikaitkan
dengan bisnis perusahaan, tentu berbeda perusahaan yang menggunakan tenaga
kerja ribuan jumlahnya (massal) dalam menggerakkan roda usahanya seperti misalnya
pada pabrik-pabrik yang beorientasi pada industri garmen, bagi perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak seperti itu tentu akan berbeda
dalam pengelolaan sdmnya dengan bisnis yang bersifat khusus terutama yang
berkaitan dengan industri yang memerlukan kreatifitas individual seperti
misalnya bidang konsultan. Artinya jika untuk industri yang bersifat massal
maka problemnya lebih kepada bagaimana mengelola bidang hubungan industrial dan biasanya pada bidang
ini lebih menekankan pada aspek normatif seperti Peraturan Perusahaan dan UU
ketenagakerjaan sehingga para pengelola sdm perusahaan disini akan lebih
melakukan pekerjaan rutin saja atau lebih banyak bidang administratif saja,
walaupun ini tidak mutlak seperti itu. Sementara untuk bisnis yang bersifat
khusus tentunya akan menuntut para pengelola sdm perusahaan untuk berbuat lebih
lagi, khususnya pada bidang sistem pengelolaannya karena kondisi bisnis yang
terus berubah sejalan dengan waktu sehingga harus terus menyesuaikan. Sebagai
perbandingannya dapat diberikan atau digambarkan contoh sebagai berikut : dalam
hal pemberian gaji karyawan perusahaan pada industri massal, tidak diperlukan
sistim gaji yang rumit, biasanya cukup dengan menyesuaikan gaji yang ada dengan
perubahan Upah Minimum Propinsi. UMP biasanya dijadikan acuan dalam menetapkan
atau merubah besaran penggajian karyawan, sementara pada industri khusus akan akan
dibuat sistim penggajian yang berdasarkan kepada kemampuan atau kinerja dalam
menetapkan maupun merubah besaran penggajian serta menyesuaikan dengan
perkembangan bisnis perusahaan, demikian juga dengan sistem rekrutmentnya tentu
akan sangat berbeda terutama dengan mengambil basis atau dasar rekrut tenaga
kerjanya. Kedua jenis bidang bisnis diatas adalah yang kalau ditarik lurus
berada pada ujung yang berbeda dari
garis itu. Sementara untuk industri yang berada diantara kedua ujung akan
menyesuaikan dengan metode pendekatan kearah industri massal atau kearah industri
khusus.
Mengenai lokasi perusahaan, ada hal
yang membedakan pada proses kegiatan pengelolaan sdm perusahaan terutama yang
berkaitan dengan proses rekrutmen karyawan, biasanya pada proses rekrutmen yang
menjadi fokus perusahaan adalah menjaring tenaga kerja potensial yang nantinya
diharapkan mampu bekerja maksimal di perusahaan. Tenaga kerja potensial ini
akan lebih kompetitif lagi bila calon yang mendaftar cukup banyak dan sesuai
kriteria, menjaring tenaga kerja seperti ini tentu merupakan tantangan
tersendiri dalam merekrutnya. Namun bagaimana jika lokasi perusahan berada pada
area tertentu dengan sangat terbatasnya tenaga kerja potensial sementara
masyarakat yang berada dilingkungan perusahaan cukup banyak dan menginginkan
untuk dapat bekerja disitu, hal ini sering terjadi dan menjadi permasalahan
tersendiri. Merekrut berdasarkan lokasi perusahaan misalnya jika berlokasi di
kota besar atau mengacu kepada masyarakat perkotaan, mereka dapat memilih sendiri tempat bekerjanya karena dapat
lapangan pekerjaan sangat beragam sehingga beban untuk menghadapi mereka secara
head to head menjadi kecil kemungkinannya terjadi namun sebaliknya apabila
perusahaan berada di lokasi yang minim lapangan pekerjaan maka tentu perusahaan
yang berlokasi di tempat itu akan terus menghadapi masyarakat sekitar, apalagi
saat ini sekelompok masyarakat dapat membuat lembaga-lembaga swadaya masyarakat
(LSM) untuk berhubungan dengan perusahan dan cenderung dibentuk untuk
kepentingan-kepentingan sesaat saja, terutama yang berkaitan dengan lapangan
pekerjaan. Tidak jarang sering terjadi pergesekan fisik antara pengelola
perusahaan dengan masyarakat sekitar, sehingga instansi terkait harus terus
terlibat dalam penyelesaian permasalahan, untuk itu agar meredam pergesekan itu
diperlukan peran pemerintah daerah itu membuka lapangan kerja lebih luas lagi.
Untuk karakateristik karyawan, yang
dimaksud karakteristik karyawan adalah bagaimana prilaku karyawan dalam
bereaksi menghadapi atau mendapat sebuah masalah yang kemudian disampaikan
kepada para pengelola sdm perusahaan. Secara umum karakteristik ini sangat
berkaitan dengan budaya lokal atau adat istiadat daerah itu namun disitulah
letak keunikan dari setiap daerah, namun hal ini juga harus difahami dan disikapi secara arif agar
dalam memberikan solusinya tidak menjadi permasalahan yang baru.
Untuk daerah-daerah tertentu, ada
kecenderungan anggota masyarakat dilingkungan perusahaan yang melakukan tindak
kekerasan untuk mencapai keinginannya dan ini sering terjadi, jika perusahaan
tidak mampu lagi mereamnya maka untuk meredamnya atau menanggulanginya, beberapa
perusahaan terpaksa harus mengeluarkan dana lagi untuk pengamanan dan biasanya dengan
bekerjasama dengan aparat kepolisian maupun TNI.
Kembali kepada contoh, bagaimana jika
kita menarik garis lurus seperti diatas maka jika dimulai dari ujung yang
berupa industri massal sampai dengan ujung berikutnya berupa industri khusus,
akan semakin terlihat perbedaannya, itu dapat terlihat ketika terjadi persoalan
yang mungkin sama secara jenisnya maka penjelasannya dan bentuk penerimaannya,
akan bergerak dari yang sulit menuju ke yang lebih mudah, misalnya ketika kita
berbicara mengenai peraturan perusahaan, maka pemahaman akan lebih sulit
menerima menuju ke yang dapat cepat menerima. Namun sebaliknya ketika kita
berbicara mengenai gaji maka pergeserannya jadi dari yang mudah menerima menuju
ke sulit menerima. Demikian juga pada saat proses rekrutment karyawan maka arah
pergeserannya dari yang cepat terekrut menuju sulit terekrut.
Dari uraian-uraian beserta contoh
singkatnya diatas, akan terlihat jelas bahwa proses pengelolaan sdm perusahaan akan
memberikan kontribusi kepada para pengelolanya apakah mereka “terjebak” dalam
pekerjaan rutin atau para pengelolanya yang terus untuk melakukan perubahan, untuk
itu bagi kita, para pengelola sdm perusahaan tentunya diberikan kesempatan
untuk memilih pada garis lurus diatas untuk berada pada titik mana kita akan
mulai bekerja sebagai pengelola sdm perusahaan.
Written on 17.43 by Ed's-HRM
Jika kita memperhatikan
beberapa iklan lowongan kerja di beberapa media massa baik cetak maupun
elektronik, maka ada beberapa lowongan yang membutuhkan tenaga yang khusus
untuk mengelola tentang Kompensasi dan Benefit pada sebuah perusahaan, jadi
demikian pentingnya pengelolaan tentang Kompensasi dan Benefit sehingga
perusahaan dimaksud memerlukan tenaga
khusus dan tenaga yang dibutuhkan juga tidak sembarangan yaitu pada level
Manajer. Dari pengamatan penulis mengenai perusahaan yang membutuhkan tenaga
ini memang merupakan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki karyawan diatas
seribu orang dan beragam tugas dan tanggungjawabnya dalam perusahaan serta
dengan berbagai level atau tingkatan jabatan, namun tentu saja yang menjadi
pertanyaan adalah apa yang melatarbelangkangi dibutuhkannya tenaga ini.
Seperti kita ketahui bersama
bahwa mengelola Kompensasi dan Benefit adalah bagian dari pengelolaan Sumber
Daya Manusia Perusahaan, Kompensasi adalah imbal jasa yang diberikan oleh
perusahaan karena adanya hubungan kegiatan pekerjaan dan imbal jasa ini langsung
diterima karyawan sementara Benefit adalah bentuk kompensasi yang tidak
langsung diterima karyawan dalam bentuk materi tetapi merupakan fasilitas
kesejahteraan. Untuk perusahaan-perusahaan kecil dan menengah, pengelolaannya
dilakukan langsung oleh Manajer HRD sedangkan untuk perusahaan besar,
pengelolaannya memang dibuat khusus karena pengelolaan Kompensasi dan Benefit
sangat erat kaitannya dengan strategi maupun kebijakan-kebijakan perusahaan.
Pemberian Kompensasi kepada karyawan pada dasarnya diawali dari Visi,misi dan
strategi unit kerja SDM sebagai pengelola, dan tentu saja bahwa unit kerja SDM
membuat Visi,misi dan strategi tentunya juga berdasarkan dari Visi, misi dan
strategi perusahaan, sebagai contoh adalah bagaimana para pengelola SDM
berupaya mempertahankan seorang karyawan handal dengan memberikan imbal jasa
yang sesuai dengan kontribusinya serta memberikan Benefit yang kompetitif,
dengan bertahannya tenaga handal di perusahaan tentunya akan membuat
target-target perusahaan dapat tercapai.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam membuat sebuah sistim kompensasi diperusahaan yaitu :
1.
Kompensasi harus memenuhi rasa keadilan bagi setiap karyawan ( Internally Equitable)
2. Mempunyai nilai dalam bersaing dengan nilai pasar tenaga kerja (Externally Competitiveness)
3. Pemberian Kompensasi akan menunjang keberhasilan perusahaan (Performance Driven)
4. Berdasarkan kemampuan perusahaan (Affordable)
5. Memenuhi perundangan yang berlaku (Legally
Defensible)
6. Setiap orang mudah memahami dan mengerti akan sistim kompensasinya (Explainable)
7. Fleksibel terhadap perkembangan bisnis perusahaan (Managable)
Dengan sistim Kompensasi yang dibangun sedemikian rupa dan berdasarkan
kepada hal-hal diatas maka tujuan dari pemberian Kompensasi akan tercapai yaitu
:
• Memikat
karyawan
• Mempertahankan karyawan
• Memotivasi karyawan
Untuk
itu ada hal yang menarik untuk diperhatikan dan menjadi tantangan bagi para
pengelola sistim Kompensasi adalah
bagaimana sistim Kompensasi mampu menjaga rasa keadilan (internal
Equitable) dalam perusahaan dengan besaran nilai pasar tenaga kerja kerja (Externally
Competitiveness), agar terjadi keseimbangan itu maka para pengelola Kompensasi
berupaya melakukan maintenance terhadap sistim dan besaran nilai kompensasi
yang ada didalam perusahaan. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan adalah
mengikuti survey gaji pada lembaga yang dinilai mempunyai tingkat kepercayaan
yang tinggi dan lembaga ini banyak
terdapat di Indonesia, dan pada tulisan kali ini tidak terlalu banyak membahas
mengenai kompensasi ini karena telah dibahas sebelumnya mengenai gaji atau
penghasilan. Namun yang tidak kalah pentingnya juga adalah bagaimana melakukan
perencanaan untuk mengelola program
Benefit didalam perusahaan dan dibawah ini akan dijelaskan mengenai hal
dimaksud.
Pertimbangan strategik dalam perancangan program
benefits
Para
pengelola Benefit harus mempertimbangkan dengan hati-hati tentang apa yang
ingin mereka capai sehubungan dengan program benefitsnya. Hal ini dikarenakan
besarnya anggaran yang harus disediakan perusahaan untuk benefit. Untuk dapat
mengungkit dampak dari anggaran yang besar tersebut, para pengelola harus
memperhatikan beberapa hal besar dibawah ini :
- Rencana strategik
bisnis jangka panjang
Pada
tahap perkembangan awal, perusahaan umumnya menawarkan gaji dasar dan benefit
yang rendah, namun insentifnya besar. Sedangkan pada tahap dewasa, perusahaan
akan lebih royal dalam ketiga bentuk kompensasinya. Selain itu, perubahan
kondisi seperti downsizing, akuisisi, pemberhentian geografis, dan perubahan
dalam laba juga akan berpengaruh dalam hal perubahan kombinasi optimum
benefits, yang harus konsisten dengan rencana bisnis perusahaan.
- Diversitas dalam
angkatan kerja berarti ada diversitas dalam preferensi benefit
Karyawan
muda umumnya lebih senang dengan pembayaran langsung daripada program pensiun.
Sedangkan karyawan tua akan lebih senang yang sebaliknya. Karyawan yang
memiliki serikat mungkin lebih senang dengan benefit yang seragam, sedangkan
bagi yang memiliki cacat tubuh atau orangtua tunggal akan senang dengan jam
kerja yang fleksibel.
Pemerintah
memiliki peran besar dalam mengatur benefits. Sementara perusahaan memfokuskan
untuk mengendalikan biaya, pemerintah menginginkan kesejahteraan sosial dan
ekonomi bagi rakyatnya.
- Kekompetitifan
dari benefits yang ditawarkan
Isu
mengenai ini lebih besar dari isu kekompetitifan gaji. Dalam hal gaji,
manajemen dan karyawan hanya perlu fokus pada pembayaran langsung, baik tetap
maupun variabel. Sedangkan dalam hal benefits, fokus perusahaan adalah pada
biaya, sementara karyawan berfokus pada nilai.
- Strategi
kompensasi total
Sesuai
dengan tujuan utama penyusunan kompensasi, yaitu untuk mengintegrasikan gaji,
insentif, dan benefit dalam satu paket yang mendorong pencapaian tujuan
organisasional, maka benefit yang ditawarkan harus efektif dengan tujuan
tersebut. Misalnya, benefit program pensiun saja mungkin tidak berpengaruh
banyak bagi kinerja keseharian karena jauhnya jarak antara kinerja dengan waktu
benefit diterima.
Dalam
semua kasus, pertimbangan kecukupan, kesamaan, pengendalian biaya, dan
keseimbangan harus menuntun pengambilan keputusan dalam strategi kompensasi
total diatas. Ada beberapa komponen kunci dari paket benefits, yaitu :
a. Biaya
: berdasarkan survei pada tahun 2000, rata-rata prosentase benefits dari gaji
adalah 30%. Jumlah ini bervariasi sesuai ukuran perusahaan. Perusahaan besar
umumnya memberi benefits lebih banyak.
b. Benefit kesehatan dan keamanan :
termasuk didalamnya berbagai jenis asuransi, tunjangan Kesehatan,pensiun, izin
sakit, dana pensiun, dan lain sejenisnya.
1. Asuransi jiwa : Asuransi
ini biasanya diperbarui setiap satu tahun dan akan dihentikan apabila karyawan
keluar dari perusahaan. Besarnya nilai asuransi umumnya sekitar dua kali gaji
tahunan karyawan. Saat ini, asuransi jiwa banyak dipengaruhi oleh program
benefit fleksibel. Misalnya, perusahaan membayar sekian untuk asuransi jiwa
karyawan, namun ada beberapa paket tambahan yang dapat dipilih karyawan sesuai
preferensinya dan nantinya akan dipotong dari gaji.
2. Kompensasi pekerja :
yang termasuk didalamnya adalah pembayaran untuk menggantikan upah yang hilang,
biaya kesehatan media dan rehabilitasi, dan pelatihan ulang utnuk melakukan
pekerjaan yang berbeda. Umumnya di setiap negara ada Undang-Undang yang
mengatur mengenai kompensasi ini.
3. Asuransi kecacatan :
yaitu mencakup pembayaran atas kematian yang tidak disengaja, serta pembayaran
apabila karyawan mendapat kecacatan. Cacat jangka panjang (6 bulan atau lebih)
biasanya membayar tidak lebih dari 60% dari gaji dasar karyawan sampai mereka
mulai menerima dana pensiun.
4. Tunjangan rumah sakit, operasi, dan
maternitas : ini adalah tunjangan yang sangat penting bagi karyawan
karena biayanya bisa sangat besar. Tentu saja, sama dengan perusahaan, biaya
operasional dari tunjangan ini bisa memberatkan, mengurangi laba, dan mengurangi
kekompetitfan perusahaan secara global. Isu-isu kompetitif dari biaya kesehatan
ini umumnya parah pada perusahaan dengan jumlah pekerja berusia 40-50 tahun
yang banyak, tunjangan kesehatan yang lebih banyak bagi karyawan yang telah
pensiun, dan perusahaan dengan produk yang harus bersaing dalam pasar
dunia.Apabila perusahaan ingin mengurangi biaya besar yang ditimbulkan dari
tunjangan rumah sakit, operasi, dan maternitas diatas, perusahaan dapat
melakukan beberapa strategi biaya seperti :
a. Bergabung dengan
perusahaan lain untuk membentuk hubungan yang lebih kuat dalam menegosiasikan
biaya-biaya rata-rata dengan insurer.
b. Bekerjasama
dengan rumah sakit, insurer, dan pemasok lainnya.
5. Program izin sakit :
menyediakan pergantian upah atas ketidakhadiran jangka pendek karyawan akibat
sakit. Dalam prakteknya, benefit ini sering disalahgunakan oleh karyawan.
Mereka sering memandang bahwa izin sakit adalah hak yang harus digunakan
meskipun mereka tidak sakit. Untuk mengatasinya, perusahaan dapat beralih ke
program “managed-disability”.
6. Pensiun : adalah
sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur pada intervalnya kepada karyawan
yang telah pensiun dan berhak menerimanya. Pensiun swasta jarang ditemui
sebelum Perang Dunia II, sebelum adanya peraturan dari National Labor Relations
Board dan klarifikasi mengenai perlakuan pajak dari kontribusi perusahaan. Di
Amerika saat ini, dana pensiun yang disisihkan perusahaan telah menjadi sumber
modal terbesar negara.
7. Keamanan sosial :
adalah program perawatan pendapatan. Ini adalah pertahanan terbaik dalam
mengatasi ketidaksejahteraan orang-orang tua. Pajak pendapatan yang diperoleh
dari pekerja yang masih bekerja didistribusikan untuk membayar benefits bagi
mereka yang telah pensiun. Saat ini perbandingan antara mereka yang masih
bekerja masih 3:1, namun akibat ekspektasi hidup yang semakin panjang dan peningkatan
jumlah pensiunan dari baby boomers, pada tahun 2030 diprediksikan bahwa pajak
keamanan sosial hanya akan menutupi 75% dari benefits yang dijanjikan. Meskipun
Social Security ini tidak menutupi semua kebutuhan pensiunan (hanya sekitar 45%
di US, sisanya dari tabungan pribadi atau dana pensiun), namun sistem ini
mungkin harus segera direformasi untuk menangani ketersediaan dana beberapa
tahun mendatang.
8. Asuransi pengangguran :
Di negara-negara maju, pekerja umumnya memiliki benefit ini. Namun demikian,
ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi agar pengangguran berhak
menerimanya. Syarat-syarat tersebut bervariasi di setiap negara, namun biasanya
berupa (1) pekerja harus mampu, mau, dan aktif mencari pekerjaan, (2) pekerja
tidak boleh menolak pekerjaan yang sesuai dengannya, (3) bukan menjadi
pengangguran akibat perseteruan pekerja, (4) tidak boleh meninggalkan
pekerjaan, (5) bukan diberhentikan karena kesalahan dalam pekerjaan, dan (6)
harus telah pernah bekerja sebelumnya dan menghasilkan sejumlah uang.
Dana yang digunakan untuk benefit ini berasal dari pajak yang ditanggung
perusahaan atas klaim dari karyawan maupun tingkat turnover yang tinggi.
9. Pembayaran severance :
tidak diwajibkan secara hukum dan banyak perusahaan tidak menawarkannya karena
telah ada kompensasi pengangguran. Namun program ini digunakan secara ekstensif
oleh perusahaan yang melakukan downsizing. Misalnya, perusahaan memberi
tambahan beberapa bulan gaji apabila karyawan setuju untuk pensiun sesuai waktu
yang disepakati, contoh lainnya dalam hal takeover, apabila yang diberhentikan
adalah setara top manajemen, mereka akan menerima pesangon yang besarnya
mencapai 2-3 tahun gaji mereka.
10. Pembayaran atas waktu-waktu tidak
bekerja : yang termasuk didalamnya adalah saat liburan, cuti, dan
waktu melapor. Karyawan level atas di perusahaan-perusahaan raksasa banyak yang
mendapat kebebasan untuk berlibur kapan saja.
11. Layanan karyawan :
beberapa contohnya adalah bantuan konseling, layanan makan, mobil perusahaan,
fasilitas olah raga, rencana pembelian saham, transportasi, bantuan adopsi,
seragam, bantuan hukum, penjagaan anak, bonus natal, fasilitas kredit, jam
kerja fleksibel, dan lain sebagainya.
Mengenai
program benefit ini sekali lagi sangat tergantung dari keuangan perusahaan
namun jika ada kemampuan perusahaan tidak ada salahnya seluruh program benefit
diatas bisa kita laksanakan.
Written on 19.14 by Ed's-HRM
Beberapa rekan dalam milis sering
bertanya tentang satu alat ( tool ) yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengukur kinerjanya, yaitu apa yang disebut dengan Balance Scorecard, tool ini ramai dibicarakan pada awal tahun dua
ribuan dan saat ini juga banyak perusahaan yang menggunakan tool ini, hanya
saja berdasarkan pengalaman penulis, penggunaan tool ini tidak semudah
dibayangkan, pada dasarnya banyak kendala yang muncul pada saat merealisasikan
program yang menggunakan tool ini. Namun tidak ada salahnya bagi mereka yang
ingin mengetahui mengenai alat (tool) ini, akan dijelaskan secara garis besar
mengenai apa dan bagaimana Balance Scorecard digunakan.
Prinsip dari Balance Scorecard
adalah bagaimana mengukur kinerja perusahaan dengan mengaitkan atau membentuk
satu kesatuan pengukuran yang melibatkan seluruh komponen perusahaan dalam
artian apabila satu unit kerja mengalami kendala maka tentu akan mempengaruhi
kinerja unit kerja lainnya sehingga akan berdampak kepada kinerja perusahaan
secara keseluruhan, demikian juga sebaliknya bahwa keberhasilan satu unit kerja
itu disebabkan oleh adanya kontribusi dari unit kerja lainnya. Agar pengukuran
ini tidak rumit dalam menentukan target-targetnya maka sang pembuat tool ini
yaitu : Robert S Kaplan dan David P Norton merumuskan dalam bentuk 4 (empat) Perspektif
(perspective), dan keempat perspektif itu adalah :
1.
Perspektif
Keuangan ( Financial Perspektif ), yaitu mengukur kemampulabaan dan nilai
pasar (market value) diantara
perusahaan-perusahaan lain, sebgai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan
pemilik dan pemegang saham. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi
pertanyaan adalah bagaimana peningkatan kinerja keuangan atau apa sasaran
keuangan kedepan.
2.
Perspektif
Pelanggan ( Customer Perspektif ), yaitu mengukur mutu, pelayanan, dan
rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahaan lainnya, sebagai indikator
seberapa baik perusahaan memuaskan pelanggannya. Dalam kaitan perspektif ini
yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana tanggapan pelanggan (customer)
kita atas pemberian nilai (value)
yang lebih.
3.
Perspektif
proses bisnis internal (Internal business process perspektif), yaitu
mengukur efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam memproduksi barang dan
jasa. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah
kita telah meningkatkan proses bisnis sehingga mampu memberikan nilai lebih
kepada pelanggan.
4.
Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and Growth perspektif), yaitu
mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya
manusia sehingga tujuan strategik perusahaan dapat tercapai untuk waktu
sekarang dan masa yang akan datang. Dalam kaitan perspektif ini yang sering
menjadi pertanyaan adalah apakah kita memelihara kemampuan seluruh personil
untuk mengubah dan meningkatkan sesuatu hal.
Untuk merealisasikan dan
menggunakan keempat perspektif ini maka setiap perusahaan harus mempunyai visi,
jika belum ada maka harus dibangun dulu mengenai visinya kemudian diuraikan dan
diaktualisasikan kedalam keempat perspektif tersebut, tetapi jika uraian visi
yang dibuat memerlukan perspektif lain maka tentunya diperlukan penambahan
perspektif baru maka dapat saja ditambah menjadi 5 (lima) perspektif dan itu
bisa dibuat sendiri agar nantinya dapat menunjang keberhasilan dalam mencapai
visi yang sudah ditetapkan. Setelah uraian visi dibangun kedalam setiap
perspektif maka selanjutnya dibuatlah strategi (strategic aims/strategic
objective) untuk setiap pencapaian yang dicanangkan pada masing-masing
perspektif. Untuk dapat mencapai sasaran sesuai strategi yang dibangun maka
kita harus membuat faktor-faktor kritikal yang menunjang keberhasilan
pencapaian sasaran sesuai strategi atau apa yang disebut Critical Success Factors
(CSFs), kemudian faktor-faktor tersebut
diturunkan menjadi ukuran-ukuran keberhasilan dan selanjutnya berdasarkan
ukuran-ukuran keberhasilan ini maka dibangunlah rencana kerja (Action
Plan). Setelah terbangun semuanya maka kepada seluruh unit kerja yang
ada di perusahaan mengambil peran masing-masing untuk memenuhi ukuran yang
ditetapkan diatas, caranya adalah setiap unit kerja membuat ukuran-ukuran
target unit kerja dan hal ini yang disebut dengan Key Performance Indicator ( KPI).
Selanjutnya dari KPI inilah maka dapat diukur kinerja individu (Perfomance
Appresial) dengan demikian model pengukuran ini dapat berjenjang
dimulai dengan penyusunan target top-down kemudian penilaiannya berdasarkan
bottom-up.
Dari uraian diatas menunjukkan
bahwa Balance Scorecard juga
merupakan jalur komunikasi dua arah top-down, sehingga setiap karyawan dapat
mengetahui mengenai visi-misi perusahaan berserta terjemahannya dari misi dan
strategi perusahaan maupun unit kerja dan ini juga sekaligus bahwa setiap
tujuan dan target perusahaan terkomunikasikan dengan baik sampai dengan lapis
bawah. Disisi lain keempat perspektif dari Balance scorecard memungkinkan terjadinya keseimbangan yang
meliputi :
1.
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang
2.
Tolok ukur eksternal para stackeholder dikaitkan
dengan tolok ukur internal dari proses bisnis internal,inovasi serta
pembelajaran dan pertumbuhan
3.
Hasil yang diinginkan dan pemicu kinerja ( performance drivers) dari hasil (outcomers) tersebut
4.
Setiap tolok ukur dengan subjeknya
Banyak pendapat yang mengatakan
bahwa pengukuran merupakan alat untuk mengendalikan perilaku dan untuk menilai
kinerja masa lalu. Namun tolok ukur dalam Balance scorecard harus digunakan
dengan cara yang lain. Tolok ukur Balance scorecard harus digunakan untuk
menerjemahkan strategi usaha, untuk mengkomunikasikan strategi usaha kepada
karyawan, dan membantu menyelaraskan rencana tindakan individu, organisasional,
dan antar unit kerja untuk mencapai tujuan bersama. Dengan penggunaan seperti
ini scorecard bukan berusaha untuk mempertahankan individual dan unit kerja
sesuai dengan rencana yang ditetapkan terlebih dahulu, melainkan Balance
scorecard harus digunakan sebagai bagian dari sistem manajemen yang lebih besar
untuk komunikasi, berbagi informasi dan pembelajaran. Keberagaman tolok ukur
dalam Balance scorecard tampaknya membingungkan akan tetapi scorecard yang
dibangun dengan tepat seperti yang kita lihat, terdiri dari kesatuan tujuan
(Unity of Purpose); semua tolok ukur diarahkan untuk mencapai strategi yang
terintegrasi.
Bagaimana peran kita sebagai
pengelola SDM Perusahaan, tentunya tidak jauh berbeda dengan para pengelola
lainnya dalam perusahaan yaitu turut membangun scorecard berdasarkan unit
kerjanya dan individual, tetapi bahwa ada hal yang dominan yang harus dilakukan
yaitu. membangun tolok ukur dalam perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
secara keseluruhan dalam perusahaan. Peran para pengelola SDM perusahaan
menjadi strategis karena salah satu dari keempat prespektif itu merupakan
domainnya, sehingga keberhasilan dari kinerja perusahaan yang diukur
menggunakan Balance scorecard adalah salah satunya bagaimana mengukur pengelolaan
karyawan, melalui pembelajaran dan pertumbuhan.
Untuk mendorong pembelajaran dan
pertumbuhan maka dibutuhkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kapabilitas pekerja (employee capability)
2. Kapabilitas sistim Informasi (information systems capabilities)
3. Motivasi,pemberdayaan, dan keselarasan (Motivation,empowerment, and alignment)
Ketiga pendorong tersebut
merupakan syarat mutlak yang harus ada ketika akan dilakukan program
scorcard terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan SDM, artinya orang yang bekerja harus mempunyai kapasitas dalam melakukan
pekerjaannya dan ini bisa diukur melalui pengukuran kinerja (performance
appraisal), hasil pengukuran harus terdata baik dalam sebuah sistim informasi
terpadu serta adanya sistim penglolaan SDM yang komprehensif yang mampu
mendorong setiap individu terus memacu kinerjanya untuk mencapai target dirinya
maupun perusahaan. Dibawah ini sebuah contoh sederhana mengenai balance scorcard
yang mengacu kepada pengelolaan SDM ;
Setelah suatu strategi diuraikan
menjadi alat pengukuran dan kemudian diaplikasikan kedalam keempat perspektif
untuk perspektif keuangan mempunyai tolok ukurnya ROCE ( Return on Capital Employed ), dorongan terhadap ROCE ini dapat
berupa penjualan yang berulang dan penjualan yang diperluas dari pelanggan yang
ada sekarang artinya ada bentuk loyalitas pelanggan dan loyalitas inilah yang
kemudian menjadi tolok ukur dari perspektif pelanggan, karena loyalitas
pelanggan diharapkan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ROCE, akan tetapi
bagaimana organisasi mencapai loyalitas pelanggan ? Analisis preferensi
pelanggan dapat mengungkapkan bahwa pengiriman yang tepat waktu atas pesanan
sangat dihargai pelanggan. Dengan demikian, memperbaiki waktu pengiriman yang
tepat waktu diharapkan mengakibatkan loyalitas pelanggan bertambah, yang pada
gilirannya, diharapkan mengarah pada kinerja keuangan yang lebih tinggi. Maka
baik loyalitas pelanggan ataupun pengiriman yang tepat waktu digabungkan dalam
perspektif pelanggan dari scorecard.
Proses berlanjut dengan
menanyakan proses internal apa yang harus menjadi keunggulan perusahaan dalam
mencapai waktu pengiriman tepat waktu yang lebih baik, perusahaan perlu
mencapai waktu siklus yang pendek dalam proses operasi dan proses internal yang
bermutu tinggi, kedua faktor tersebut dapat berlaku sebagai tolok ukur
scorecard dalam perspektif proses usaha internal. Dan bagaimana organisasi
memperbaiki mutu dan mengurangi waktu siklus dari proses internal mereka
tentunya dengan melatih dan memperbaiki keterampilan karyawan unit operasi,
suatu sasaran dapat merupakan kandidat untuk perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan.