Menjemput bukan Menunggu
Written on 17.48 by Ed's-HRM
Ketika melihat perkembangan proses
seleksi yang dilakukan oleh panitia pelaksana (pansel) dalam menyeleksi calon
ketua KPK, ada rasa optimis dan juga pesimis yang dilontarkan oleh berbagai
lapisan masyarakat mulai dari LSM sampai dengan para pejabat Negara dan semua
memberikan tanggapan yang beragam, ini menunjukkan betapa seleksi calon ketua
KPK ini merupakan langkah awal yang sangat penting karena proses seleksilah
yang akan menentukan apakah akan membuahkan keberhasilan sebagaimana yang
diharapkan masyarakat ataukah akan menuai kegagalan sehingga akan membuat
rakyat kecewa, karena itu harapan besar dari lembaga KPK sebagai lembaga
pemberantas korupsi di Negeri ini akan menentukan nasib bangsa kedepan. Memang
mencari orang yang terbaik dengan kredibelitas dan integritas yang tinggi merupakan
syarat utama selain tentunya juga aksepbilitas ditengah masyarakat Indonesia
dan Dunia.
Metode yang digunakan oleh
Pansel saat ini adalah dengan membuka lowongan secara terbuka kepada seluruh anak
bangsa yang berminat menjadi ketua KPK, dengan persyaratan tertentu dan bagi
mereka yang memenuhinya, dipersilahkan mengajukan lamaran kepada pansel, metoda
rekruting seperti ini mirip yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
ingin merekrut tenaga kerja baru yang berkualitas dan biasanya yang melamar ke
perusahaan adalah mereka yang membutuhkan pekerjaan dan memenuhi syarat yang
diajukan oleh perusahaan, namun ada juga mereka yang melamar adalah mereka yang
telah bekerja di tempat lain kemudian melamar dengan harapan adanya perubahan
penghasilan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya mereka yang menyukai
tantangan baru agar mereka mempunyai pengalaman baru lagi dengan bekerja di
perusahaan lain lagi. Dengan metode yang sama seperti itu, apakah orang-orang
yang melamar juga mempunyai motivasi yang sama dengan mereka melamar ke
Perusahaan bahkan mungkin saja ada orang yang melamar karena untuk menampung
kepentingan politik nantinya. Segala kemungkinan bisa terjadi dan inilah yang
akan menampikkan bahwa seleksi seperti ini bisa menuai yang baik maupun buruk,
karena orientasi yang nantinya terpilih tentu belum akan terlihat saat seleksi
maupun saat diawal mereka bekerja. Pola rekrutmen seperti ini bisa diibaratkan
sebagai rumah makan padang, dimana ketika kita akan makan di rumah makan ini,
kita akan disodori aneka jenis makanan, tinggal kita yang memilih mau apa
akhirnya semua tergantung selera atau kesukaan kita, demikian juga ketika
memilih calon tenaga baru maka yang tersedia adalah mereka yang telah lolos
secara administrasi dan tinggal kita memilih berdasarkan kriteria yang sudah
dibuat.
Mencari orang yang terbaik
memang ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami, namun itu bukanlah sesuatu
yang harus membuat kita pesimis untuk itu kita harus percaya bahwa orang itu
sebenarnya ada di bumi pertiwi kita dan akan datang pada waktu yang tepat atau
jika perlu kita harus mampu menjemputnya, karena sebenarnya banyak anak bangsa
yang memenuhi syarat untuk menjadi ketua KPK akan tetapi mereka-mereka ini
belum tertarik atau ada yang masih melihat situasi serta adanya prinsip
individu menyikapi kondisi dan situasi bangsa ini, namun semuanya bukan rasa
pesimisme mereka. Jika nantinya metoda seleksi yang sekarang tidak mendapatkan
orang yang diharapkan maka menggunakan metoda lain tentu bukan barang haram
salah satunya adalah metoda jemput. Metoda jemput ini sebaiknya juga dilakukan
oleh pansel agar mereka yang berada diluar kepentingan apapun bisa menjadi
calon ketua KPK, banyak cara untuk mendapatkan orang seperti ini karena banyak
masukan dari masyarakat dan LSM serta adanya personal yang mempunyai performa
menonjol ditengah masyarakat tentu harus menjadi perhatian.
Metoda jemput ini memang
sangat jarang digunakan oleh institusi ataupun lembaga dalam proses untuk
menempatkan orang dengan kualifikasi tertentu pada sebuah jabatan, hampir semua
instusi untuk penempatan orang (placement) pada jabatan tertentu lebih mengandalkan
dari proses lamaran, mungkin saja pola referensi dari teman maupun adanya jaringan
(network), bisa juga dikatakan sebagai metoda jemput, namun biasanya dengan
sistim referensi maupun jaringan lebih lebih mengedepankan pada faktor
kedekatan atau pertemanan sehingga pola ini memang bisa mendapatkan orang yang
baik dinilai dari satu kelompok saja, selain itu metoda jemput ini ada juga yang mengandalkan kepada tenaga
konsultan (headhunter) dengan pengertian bahwa yang melakukan penjemputan tentu
sang konsultan, namun ini juga tidak menjamin karena terkadang adanya
kongkalikong antara konsultan itu dengan tenaga yang dipilih. Untuk perusahaan tertentu
memang metoda ini sering digunakan tetapi sering juga terjadi dan timbul stigma bahwa satu perusahaan telah
membajak karyawan pada perusahaan lain yang menjadi kompetitornya, dan tentu
saja tidak semua perusahaan mampu melakukan ini, selain karena akan membutuhkan
waktu yang lama serta data yang dibutuhkan juga harus akurat, sisi lain yang
penting adalah bahwa metode ini juga akan menimbulkan biaya tinggi, namun hal
ini bisa diabaikan jika nantinya tenaga yang didapat merupakan tenaga yang
handal dan mampu meningkatkan kinerja perusahaan secara signifikan. Biasanya
perusahaan juga berusaha agar ketika tenaga tersebut ada di perusahaan, maka
harus terjadi transfer knowledge, agar dikemudian hari ada karyawan perusahaan
yang mampu mengerjakan atau mengganti tenaga profesional dimaksud, semakin
cepat terjadi transfer knowledge maka semakin hemat biaya perusahaan dan ROI
semakin cepat tercapai.
Contoh yang paling konkrit
dari sistim jemput ini adalah bagaimana klub-klub sepak bola di benua eropa
yang setiap musim selalu berburu pemain terbaik dengan memberikan harga yang
tinggi kepada pemain yang dibutuhkan klub, para pengelola klub terus mencari
dan mencari pemain yang mampu meningkatkan performa klub di masing-masing
kompetisi negaranya, jika memang nantinya ada klub yang berminat maka si
pemilik dapat memberikan pemain dimaksud kepada klub lain dengan nilai ekonomi
yang lebih tinggi lagi memang ini merupakan sebuah industri sepakbola, walaupun
tidak dapat kita bandingkan dengan rekrutmen dalam dunia usaha di negeri ini,
namun paling ada sebuah gambaran tentang bagaimana kita tidak menunggu tapi
berburu.
Bagi perusahaan yang tidak
dapat menggunakan metoda jemput ini
biasanya melakukan rekrutmen berdasarkan metoda konvensional yaitu dengan
membuka lowongan kerja di media massa, dengan harapan ada orang-orang yang
terbaik yang melamar sementara disisi lain banyak individual menaruh harapan
besar kepada perusahaan agar dapat menerima lamarannya, jadi ada saling
mengharapkan baik perusahaan maupun individu/personal. Saling mengharapkan
tentu saja akan berdampak kepada adanya ketimpangan yang didasarkan atas
kepentingan masing-masing pihak sehingga diperlukan proses negosiasi untuk menyeimbangkan
kepentingan masing-masing agar proses rekrutmen dapat menghasilkan hal yang
positip bagi kedua pihak, secara garis besarnya adalah bahwa yang dibutuhkan
dapat terisi atau paling tidak ada persyaratan minimum yang dapat dicapai oleh
para pelamar sehingga bisa diterima perusahaan.
Metoda jemput memang juga akan
menimbulkan ketimpangan karena dengan metoda ini posisi tawar (bargaining
position) individu/personal tentu akan berada diatas angin sehingga
institusi/lembaga ataupun perusahaan harus segera menghitung secara cermat
nilai ekonomisnya yang biasanya disebut sebagai Return of Investment (ROI)
karena tenaga yang mempunyai kualifikasi diatas rata-rata merupakan investasi
bagi perusahaan. Bagi kita para pengelola SDM perusahaan, metoda apapun yang
digunakan sepanjang effesien dan effektif serta akan mendapatkan tenaga yang
terbaik merupakan sebuah keberhasilan proses rekrutmen namun penilaian
selanjutnya adalah pada perjalanan ketika mengelola perusahaan itu sendiri,
akan berhasilkah kita ?
If you enjoyed this post Subscribe to our feed