Program Orientasi
Written on 16.36 by Ed's-HRM
Program Orientasi
Ketika datang pegawai baru yang merupakan kiriman dari kantor pusat maka seperti biasa bagian HRD mulai menyiapkan program orientasi bagi karyawan tersebut. Program ini dibuat agar para pegawai baru dapat dengan cepat mengadaptasi lingkungan pekerjaan baik secara teknis maupun non teknis. Biasanya dalam program ini dilakukan juga penilaian terhadap pegawai baru, karena bagaimanapun juga sebagai pengelola SDM perusahaan kita harus bisa menilai sisi baik maupun sisi kurang baik dari setiap pegawai terutama pengetahuan dan skillnya ditambah sikap kerjanya. Sebenarnya hasil penilaian yang dilakukan, banyak pegawai yang tidak memenuhi kriteria untuk menjadi pegawai namun karena sesuai SOP maka kepada mereka diberikan program pelatihan sesuai kebutuhan sebagaimana hasil penilaian tadi.
Sebagai salah satu elemen dari program pengembangan karyawan pada sebuah perusahaan, program orientasi tentu sangat penting karena biasanya penilaian dari proses rekrutmen belum menyeluruh (komprehensif) terutama yang menyangkut teknis pekerjaan di lapangan. Memang seperti kita ketahui banyak juga perusahaan yang menginginkan agar setiap karyawan baru yang masuk sudah mempunyai pengalaman yang memadai sehingga tidak perlu “repot” lagi melaksanakan pengembangan atau orientasi bagi pegawai baru dimana waktu yang diperlukan cukup lama. Bagi para pengelola SDM perusahaan program-program yang telah dibuat dan direncanakan serta dilaksanakan secara terus menerus akan membuat rasa kejenuhan atau kebosanan selain itu program-program itu seperti pekerjaan yang menjadi sebuah kewajiban saja alias rutinitas saja, kekecewaan akan bertambah lagi ketika selesai melakukan program banyak karyawan baru mengundurkan diri dari perusahaan.
Pembahasan kita kali ini adalah untuk menjawab mengapa banyak karyawan yang akhirnya mengundurkan diri setelah mengikuti program orientasi dan atau program pengembangan. Tidak bisa kita pungkuri bahwa adanya pegawai baru yang masuk akan membawa sesuatu yang dianggap “negatif” oleh sebagian karyawan lama bahkan biasanya sering dilakukan pengucilan, apalagi ketika pegawai baru mencoba untuk melakukan perubahan-perubahan yang mengganggu kenyamanan pegawai lama. Selain itu dari sisi lain, tidak jarang program orientasi ini tidak tertata dengan baik sehingga tidak memberikan informasi yang jelas akibatnya membuat pegawai baru tidak mengerti harus berbuat apa untuk perusahaan
Tak Kenal maka Tak Sayang
“Rekrut,training sebentar,cemplungkan ke pekerjaan,berproduksi, lantas keluar lagi,rekrut lagi…..Kita merasa seperti berjalan ditempat..” keluh seorang manajer pengembangan SDM,berkaitan dengan turn over karyawan baru yang besar. Padahal di tempatnya bekerja program pelatihan,orientasi untuk karyawan baru sudah dijalankan. Dimana kesalahannya?
Tidak jarang kita menemui karyawan baru di perusahaan menatap dengan pandangan kosong,terlihat ragu-ragu,dan bila didatangi oleh salah satu pimpinan perusahaan akan berpura-pura sibuk. Yang lebih berani akan menghadap ke bagian SDM dan mengeluhkan tidak jelasnya tugas ataupun kegiatan orientasi yang diberikan kepadanya. Ternyata,program kelas,tandem dengan karyawan senior,atau on the job training yang sudah dirancang bagian pengembangan SDM sering dirasakan para trainee tidak cukup.
Seorang CEO perusahaan,secara obsesif meluangkan waktu untuk duduk bersama dalam program-program orientasi perusahaan bagi karyawan baru. Ia tidak sekedar memberi pengarahan tentang visi perusahaan ataupun gambaran umum tentang apa yang diinginkan dari para karyawan,tetapi juga mengikuti dengan seksama apa yang ditranformasikan rekan-rekan manajer perusahaan kepada trainee,serta bagaimana para senior ini menangani tanya jawab mengenai praktik di perusahaan. Pada akhir masa orientasi, setiap orang harus menghadap CEO ini dan melakukan tanya jawab. Para trainee selalu memandang kegiatan ini sebagai “ujian lisan”, namun aneh tapi nyata,mereka sangat menikmatinya.
Memang tidak semua pucuk pimpinan meluangkan waktu untuk karyawan baru di perusahaan. CEO yang terlibat dalam program orientasi karyawan baru berpendapat bahwa upaya ini secara tidak langsung akan menekan biaya manajemen perusahaan. Dengan cara ini diharapkan karyawan baru dapat mengenal dan mengimplementasikan praktik-praktik yang berlaku di perusahaan dengan cepat. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyerap hal ini, maka semakin tinggi pula biaya kesalahan dan penundaan yang harus ditanggung oleh manajemen.
Karyawan baru sebenarnya dapat disamakan dengan imigran. Mereka perlu mempelajari sejarah, gaya bertingkah laku. Code of conducts,gaya komunikasi, “bahasa” yang biasa digunakan,dan kultur perusahaan,serta harapan manajemen terhadap kinerja karyawan. Harus diingat bahwa ini semua tidak bisa dituangkan hanya melalui formulir-formulir,buku petunjuk,ataupun pengarahan.
Ada 3 (tiga) tingkatan orientasi yang perlu dialami karyawan sebelum benar-benar ia dapat bertingkah laku secara “pas” di perusahaan.
Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pekerjaannya. Disini selain pengarahan yang diberikan oleh manajer divisi di kelas, seorang karyawan baru juga perlu dibimbing ketat oleh seseorang yang sudah mengenal tugas tersebut dengan baik. Terkadang seorang profesional sekalipun,walau sudah trampil dalam menjalankan tugas,tetap perlu mengetahui bagaimana kebiasaan-kebiasaan dalam perusahaan dijalankan, yang mungkin berbeda dengan tempat ia bekerja dahulu. Disini program tandem dalam on the job training akan sangat mempan.
Kedua, lebih mengarah pada karyawan baru perlu bertingkah laku dalam kelompok,divisi,atau unitnya. Disalah satu perusahaan,diatur adanya seorang “buddy” yang akan menemani karyawan baru,dan menjadi tempat mengajukan pertanyaan. Misalnya saja,mengenai kebiasaan makan siang,apa yang harus dilakukan sendiri kalau mesin fotocopy macet,prosedur meminta ganti uang taksi, dan sebagainya. Disini divisi SDM juga berkewajiban untuk menyiapkan informasi yang komunikatif tentang bagaimana mengajukan permintaan,apa yang akan didapat karyawan,serta apa yang merupakan hak dan kewajiban karyawan.
Ketiga atau yang tertinggi,beberapa manajemen puncak akan memfokuskan perhatian pada transfer sebanyak mungkin pemahaman mengenai prinsip-prinsip komunikasi,nilai-nilai yang dianut perusahaan,serta bagaimana seorang karyawan dapat berpartisipasi dan berkontribusi di perusahaan. Ditansfernya isu-isu ini oleh manajemen puncak sendiri benar-benar bernilai filosofis.
Dengan adanya otomasi yang demikian friendly, program orientasi inipun bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan menggunakan video interaktif,program-program on-line,buku karyawan, dan program mentoring lainnya yang kreatif.
Dengan program orientasi yang tepat,kita juga menghemat biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Bila seorang karyawan yang sudah diberi pelatihan selam 3 bulan tapi tetap mengundurkan diri karena program orientasi yang tidak jelas,secara otomatis,biaya rekrutmenpun akan berlipat ganda.
Seperti kata pepatah,tak kenal maka tak sayang. Bagaimana karyawan baru dapat bertahan,bila mereka tidak “mengenal” perusahaan tempatnya bekerja? Oleh karenanya sangat dibutuhkan kesadaran dari pihak manajemen dan konsistensi dalam pelaksanaan program orientasi. Niscaya,karyawan baru akan bertahan dan menjadi salah satu aset berharga bagi perusahaan.
If you enjoyed this post Subscribe to our feed