Balance Scorecard

0

Written on 19.14 by Ed's-HRM


Beberapa rekan dalam milis sering bertanya tentang satu alat ( tool ) yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya, yaitu apa yang disebut dengan Balance Scorecard, tool ini ramai dibicarakan pada awal tahun dua ribuan dan saat ini juga banyak perusahaan yang menggunakan tool ini, hanya saja berdasarkan pengalaman penulis, penggunaan tool ini tidak semudah dibayangkan, pada dasarnya banyak kendala yang muncul pada saat merealisasikan program yang menggunakan tool ini. Namun tidak ada salahnya bagi mereka yang ingin mengetahui mengenai alat (tool) ini, akan dijelaskan secara garis besar mengenai apa dan bagaimana Balance Scorecard digunakan.
Prinsip dari Balance Scorecard adalah bagaimana mengukur kinerja perusahaan dengan mengaitkan atau membentuk satu kesatuan pengukuran yang melibatkan seluruh komponen perusahaan dalam artian apabila satu unit kerja mengalami kendala maka tentu akan mempengaruhi kinerja unit kerja lainnya sehingga akan berdampak kepada kinerja perusahaan secara keseluruhan, demikian juga sebaliknya bahwa keberhasilan satu unit kerja itu disebabkan oleh adanya kontribusi dari unit kerja lainnya. Agar pengukuran ini tidak rumit dalam menentukan target-targetnya maka sang pembuat tool ini yaitu : Robert S Kaplan dan David P Norton merumuskan dalam bentuk 4 (empat) Perspektif (perspective), dan keempat perspektif itu adalah :
1.    Perspektif Keuangan ( Financial Perspektif ), yaitu mengukur kemampulabaan dan nilai pasar (market value) diantara perusahaan-perusahaan lain, sebgai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pemilik dan pemegang saham. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana peningkatan kinerja keuangan atau apa sasaran keuangan kedepan.
2.    Perspektif Pelanggan ( Customer Perspektif ), yaitu mengukur mutu, pelayanan, dan rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahaan lainnya, sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pelanggannya. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana tanggapan pelanggan (customer) kita atas pemberian nilai (value) yang lebih.
3.    Perspektif proses bisnis internal (Internal business process perspektif), yaitu mengukur efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah kita telah meningkatkan proses bisnis sehingga mampu memberikan nilai lebih kepada pelanggan.
4.    Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and Growth perspektif), yaitu mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya manusia sehingga tujuan strategik perusahaan dapat tercapai untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. Dalam kaitan perspektif ini yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah kita memelihara kemampuan seluruh personil untuk mengubah dan meningkatkan sesuatu hal.

Untuk merealisasikan dan menggunakan keempat perspektif ini maka setiap perusahaan harus mempunyai visi, jika belum ada maka harus dibangun dulu mengenai visinya kemudian diuraikan dan diaktualisasikan kedalam keempat perspektif tersebut, tetapi jika uraian visi yang dibuat memerlukan perspektif lain maka tentunya diperlukan penambahan perspektif baru maka dapat saja ditambah menjadi 5 (lima) perspektif dan itu bisa dibuat sendiri agar nantinya dapat menunjang keberhasilan dalam mencapai visi yang sudah ditetapkan. Setelah uraian visi dibangun kedalam setiap perspektif maka selanjutnya dibuatlah strategi (strategic aims/strategic objective) untuk setiap pencapaian yang dicanangkan pada masing-masing perspektif. Untuk dapat mencapai sasaran sesuai strategi yang dibangun maka kita harus membuat faktor-faktor kritikal yang menunjang keberhasilan pencapaian sasaran sesuai strategi atau apa yang disebut Critical Success Factors (CSFs), kemudian faktor-faktor tersebut diturunkan menjadi ukuran-ukuran keberhasilan dan selanjutnya berdasarkan ukuran-ukuran keberhasilan ini maka dibangunlah rencana kerja (Action Plan). Setelah terbangun semuanya maka kepada seluruh unit kerja yang ada di perusahaan mengambil peran masing-masing untuk memenuhi ukuran yang ditetapkan diatas, caranya adalah setiap unit kerja membuat ukuran-ukuran target unit kerja dan hal ini yang disebut dengan Key Performance Indicator ( KPI). Selanjutnya dari KPI inilah maka dapat diukur kinerja individu (Perfomance Appresial) dengan demikian model pengukuran ini dapat berjenjang dimulai dengan penyusunan target top-down kemudian penilaiannya berdasarkan bottom-up.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa Balance Scorecard juga merupakan jalur komunikasi dua arah top-down, sehingga setiap karyawan dapat mengetahui mengenai visi-misi perusahaan berserta terjemahannya dari misi dan strategi perusahaan maupun unit kerja dan ini juga sekaligus bahwa setiap tujuan dan target perusahaan terkomunikasikan dengan baik sampai dengan lapis bawah. Disisi lain keempat perspektif dari Balance scorecard  memungkinkan terjadinya keseimbangan yang meliputi :
1.       Tujuan jangka pendek dan jangka panjang
2.       Tolok ukur eksternal para stackeholder dikaitkan dengan tolok ukur internal dari proses bisnis internal,inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan
3.       Hasil yang diinginkan dan pemicu kinerja ( performance drivers) dari hasil (outcomers) tersebut
4.       Setiap tolok ukur dengan subjeknya

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pengukuran merupakan alat untuk mengendalikan perilaku dan untuk menilai kinerja masa lalu. Namun tolok ukur dalam Balance scorecard harus digunakan dengan cara yang lain. Tolok ukur Balance scorecard harus digunakan untuk menerjemahkan strategi usaha, untuk mengkomunikasikan strategi usaha kepada karyawan, dan membantu menyelaraskan rencana tindakan individu, organisasional, dan antar unit kerja untuk mencapai tujuan bersama. Dengan penggunaan seperti ini scorecard bukan berusaha untuk mempertahankan individual dan unit kerja sesuai dengan rencana yang ditetapkan terlebih dahulu, melainkan Balance scorecard harus digunakan sebagai bagian dari sistem manajemen yang lebih besar untuk komunikasi, berbagi informasi dan pembelajaran. Keberagaman tolok ukur dalam Balance scorecard tampaknya membingungkan akan tetapi scorecard yang dibangun dengan tepat seperti yang kita lihat, terdiri dari kesatuan tujuan (Unity of Purpose); semua tolok ukur diarahkan untuk mencapai strategi yang terintegrasi.
Bagaimana peran kita sebagai pengelola SDM Perusahaan, tentunya tidak jauh berbeda dengan para pengelola lainnya dalam perusahaan yaitu turut membangun scorecard berdasarkan unit kerjanya dan individual, tetapi bahwa ada hal yang dominan yang harus dilakukan yaitu. membangun tolok ukur dalam perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan secara keseluruhan dalam perusahaan. Peran para pengelola SDM perusahaan menjadi strategis karena salah satu dari keempat prespektif itu merupakan domainnya, sehingga keberhasilan dari kinerja perusahaan yang diukur menggunakan Balance scorecard adalah salah satunya bagaimana mengukur pengelolaan karyawan, melalui pembelajaran dan pertumbuhan.
Untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan maka dibutuhkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kapabilitas pekerja (employee capability)
2. Kapabilitas sistim Informasi (information systems capabilities)
3. Motivasi,pemberdayaan, dan keselarasan (Motivation,empowerment, and alignment)
Ketiga pendorong tersebut merupakan syarat mutlak yang harus ada ketika akan dilakukan program scorcard  terutama yang berkaitan dengan pengelolaan SDM, artinya orang yang bekerja harus  mempunyai kapasitas dalam melakukan pekerjaannya dan ini bisa diukur melalui pengukuran kinerja (performance appraisal), hasil pengukuran harus terdata baik dalam sebuah sistim informasi terpadu serta adanya sistim penglolaan SDM yang komprehensif yang mampu mendorong setiap individu terus memacu kinerjanya untuk mencapai target dirinya maupun perusahaan. Dibawah ini sebuah contoh sederhana mengenai balance scorcard yang mengacu kepada pengelolaan SDM ;
Setelah suatu strategi diuraikan menjadi alat pengukuran dan kemudian diaplikasikan kedalam keempat perspektif untuk perspektif keuangan mempunyai tolok ukurnya ROCE ( Return on Capital Employed ), dorongan terhadap ROCE ini dapat berupa penjualan yang berulang dan penjualan yang diperluas dari pelanggan yang ada sekarang artinya ada bentuk loyalitas pelanggan dan loyalitas inilah yang kemudian menjadi tolok ukur dari perspektif pelanggan, karena loyalitas pelanggan diharapkan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ROCE, akan tetapi bagaimana organisasi mencapai loyalitas pelanggan ? Analisis preferensi pelanggan dapat mengungkapkan bahwa pengiriman yang tepat waktu atas pesanan sangat dihargai pelanggan. Dengan demikian, memperbaiki waktu pengiriman yang tepat waktu diharapkan mengakibatkan loyalitas pelanggan bertambah, yang pada gilirannya, diharapkan mengarah pada kinerja keuangan yang lebih tinggi. Maka baik loyalitas pelanggan ataupun pengiriman yang tepat waktu digabungkan dalam perspektif pelanggan dari scorecard.
Proses berlanjut dengan menanyakan proses internal apa yang harus menjadi keunggulan perusahaan dalam mencapai waktu pengiriman tepat waktu yang lebih baik, perusahaan perlu mencapai waktu siklus yang pendek dalam proses operasi dan proses internal yang bermutu tinggi, kedua faktor tersebut dapat berlaku sebagai tolok ukur scorecard dalam perspektif proses usaha internal. Dan bagaimana organisasi memperbaiki mutu dan mengurangi waktu siklus dari proses internal mereka tentunya dengan melatih dan memperbaiki keterampilan karyawan unit operasi, suatu sasaran dapat merupakan kandidat untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.



If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar