Rekrutmen

0

Written on 23.12 by Ed's-HRM

Rekrutmen

Banyak pertanyaan yang sering kita dengar maupun kita baca di beberapa media tentang persyaratan untuk seorang manajer atau pengelola SDM haruslah seorang yang berlatar pendidikan Psikologi dan atau dengan latar belakang pendidikan Hukum, pertanyaannya bagaimana dengan orang yang berlatar pendidikan dengan disiplin ilmu lain, dapatkah menjadi seorang manajer SDM pada sebuah perusahaan, menurut pendapat saya bahwa semua orang dengan latar belakang pendidikan apapun dapat menjadi manajer SDM karena jika kita telaah ada beberapa tugas manajer SDM pada sebuah perusahaan dilakukan oleh kepala unit atau bagian di Perusahaan, yang notabene para kepala unit bukanlah berlatar belakang pendidikan psikologi atau hukum.

Mengenai pertanyaan diatas tentu bukan hal yang mengagetkan karena persyaratan itu dibuat untuk mengakomodir kepentingan perusahaan dalam melakukan rekrutmen, seperti kita ketahui bahwa rekrutmen dilakukan oleh setiap perusahaan tentu didasarkan pada kebutuhan organisasi, dan setiap kebutuhan sudah merupakan hasil analisa untuk menetapkan jenis atau spesifikasi kebutuhan untuk kemudian menjadi suatu persyaratan dalam rekrutmen. Tahapan diatas tentu bagi seorang pengelola SDM perusahaan sudah merupakan pakem sehingga sewajarnya tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan oleh rekan-rekan pengelola SDM mengenai latar belakang pendidikan. Memang banyak orang yang sudah berpengalaman dalam bidang pengelolaan SDM perusahaan namun tidak berlatar belakang pendidikan psikologi maupun Hukum sehingga adanya persyaratan itu seolah-olah seperti menghilangkan peluang mereka untuk berkompetisi.

Sebuah perusahaan dalam melakukan rekrutmen tentu menginginkan atau merencanakan bahwa dengan memberikan persyaratan tertentu yang diajukan sudah merupakan seleksi awal dari sebuah rekrutmen sehingga bagi yang tidak memenuhi syarat, tidak perlu mengajukan lamaran. Dengan demikian para anggota tim penyeleksi dapat meminimalkan jumlah calon tenaga yang akan direkrut oleh perusahaan namun jika kita telaah bersama bahwa persyaratan dengan dasar atau melihat dari sisi pendidikan saja maka bentuknya jadi homogen sehingga untuk merekrut seorang manajer hal itu akan membuat sempit dari sisi pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan produk perusahaan.

Semua persyaratan yang diajukan oleh setiap perusahaan tentu mempunyai nilai plus dan minus apabila direalisasikan namun yang jelas, kita sepakat dasar dari rekrutmen adalah dari kebutuhan organisasi. Apa yang menjadi nilai plus dari persyaratan yang bersifat homogen :

1. Fokus terhadap pekerjaan

2. Ibarat pepatah “sambil menyelam minum air” tenaga yang direkrut akan terspesialisasi sehingga akan mempunyai nilai tambah dari sisi lain..

Sementara untuk sisi minusnya, untuk jabatan-jabatan yang terspesialisasi biasanya para pemegang jabatannya cenderung “kaku” sehingga terkesan seperti arogan terhadap penyelesaian satu masalah. Kesan “negatif” ini tentu sudah diakomodir oleh tim seleksi sehingga ketika melakukan perekrutan khususnya untuk tenaga spesialisasi biasanya para penyeleksi membuat perangkat penilaian mengenai flexibelitas calon tenaga dalam artian harus mempunyai nilai tertentu.

Dari uraian diatas terlihat jelas bahwa ada sisi yang kurang tepat apabila untuk jabatan seorang manajer dipersyaratkan dari latar belakang pendidikan spesialisasi apalagi bidang spesialisasinya sangat kecil sekali bersinggungan dengan produk perusahaan, sementara untuk jabatan-jabatan fungsional memang sebaiknya sudah terspesialisasi dari awal terutama dari sisi latar belakang pendidikan.

Memang bukan perkara mudah untuk mendapatkan tenaga yang terbaik dari para calon pelamar yang diseleksi karena biasanya para tenaga handal sudah bergabung dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga yang “tersisa” adalah mereka-mereka yang dapat dikategorikan atau terbagi dalam beberapa jenis, antara lain :

1. Fresh graduate, tenaga yang belum berpengalaman dalam bekerja biasanya hanya dengan modal kemauan keras saja, itupun harus perlu pembuktian dalam seleksi.

2. Freelance , tenaga yang telah berpengalaman namun dari sisi persyaratan tidak dapat memenuhinya, biasanya karena pendidikan dan usia tetapi umumnya mereka mempunyai nilai atau posisi tawar tinggi sehingga perusahaan menghindari tenaga seperti ini.

3. Mereka yang terkena PHK baik karena melakukan pelanggaran atau karena efisiensi perusahaan. Disini tim seleksi harus berhati-hati karena banyak perusahaan yang “terpaksa “ memberikan surat keterangan pengalaman kerja walaupun tenaga dimaksud mempunyai track record yang kurang baik.

Sebenarnya diluar ketiganya, ada tenaga yang tidak pernah menganggur namun juga tidak pernah lama bekerja dalam satu perusahaan, selalu berpindah-pindah, mereka inilah tenaga-tenaga professional yang telah membangun jaringan (network) sedemikian rupa sehingga untuk mendapatkan satu pekerjaan bagi mereka bukan perkara yang sulit. Untuk mendapatkan tenaga professional seperti itu, banyak perusahaan besar yang mencoba masuk kedalam jaringan mereka atau dapat juga menggunakan tenaga Headhunter.

Disisi lain ada juga karyawan yang telah bekerja cukup lama dan merasa dirinya sudah punya kemampuan yang tinggi sehingga memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan lain dan yang menjadi dasar ketertarikan untuk pindah adalah karena diiming-imingi gaji besar, sebenarnya yang bersangkutan bisa bergabung karena direkomendasikan oleh rekannya yang terlebih dahulu masuk keperusahaan itu. Karyawan tersebut memutuskan untuk keluar walaupun pada saat itu perusahaan tempatnya bekerja telah menaikkan gajinya sebesar 50% Ketika karyawan itu mulai bekerja, ternyata pihak perusahaan memberikan pekerjaab yang disesuaikan dengan gajinya yang tinggi namun ternyata pihak perusahaan menilai karyawan tersebut tidak perform akibatnya perusahaan merasa dirugikan dan mengambil keputusan untuk segera menurunkan gajinya yang besarnya jauh dibawah gaji yang diterima di perusahaan lama, akhirnya karyawan tersebut mengundurkan diri karena merasa dilecehkan. Ini adalah sebuah contoh yang riil bahwa merekrut seseorang melalui jaringan yang dibangun, tidak menjamin akan kualitasnya.

Sekarang mari kita lihat Sumber Daya Manusia dari sisi kuantitas yang masih tersedia alias belum belum bekerja, dari data pemerintah, saat ini ada kurang lebih 700 ribu tenaga sarjana baik S1 maupun S2 yang mengganggur, sebuah angka yang besar dan hampir semua dari mereka ini merupakan tenaga freshgraduate yang belum dapat pekerjaan tetap dan terus memburu pekerjaan, ini dapat dilihat hampir disetiap pameran tentang lowongan kerja terus diserbu peminatnya. Sumber Daya Manusia yang melimpah seperti itu tentu akan mengakibatkan persaingan semakin ketat karena lowongan yang tersedia sangat minim dan tentu dampaknya akan merugikan karena akan membuat makin rendahnya posisi tawar mereka sendiri Sementara dari sisi kualitas belum ada kajian khusus mengenai SDM diatas namun berdasarkan informasi di beberapa media, banyak perusahaan yang mengeluh mengenai kualitas dari para freshgraduate dimaksud namun jika dibanding dengan penghasilan yang diterima mereka tentu sangat minim, jadi ada kesetaraan antara kualitas dan gaji atau penghasilan.

Jika kita berbicara ideal tentu seperti keinginan pemerintah seyogyanya mereka harus mampu membangun pekerjaan sendiri tanpa tergantung dari kegiatan orang lain sehingga pengalaman bekerja itu dibangun oleh diri sendiri dan hal ini akan mempunyai efek domino yang besar terhadap perekonomian Negara.. Secara kumulatif angka pengganguran untuk para tenaga sarjana tentu akan lebih banyak lagi bila kita gabungkan dengan mereka yang freelance maupun yang terkena PHK, angka pengangguran bisa menembus angka diatas 1 juta orang ini khusus untuk tenaga sarjana, bagaimana dengan tenaga kerja yang berada diluar strata pendidikan itu tentu akan lebih besar lagi.

Kembali kepada pola rekrutmen yang ingin kita terapkan di perusahaan, maka data-data diatas dapat saja dijadikan acuan atau bahan pertimbangan yang mendalam karena dalam melakukan rekrutmen kita harus sedapat mungkin menghndari kesalahan rekrut karena kesalahan itu akan berdampak kepada perusahaan untuk jangka waktu yang lama dalam arti perusahaan akan menanggung seorang karyawan dari awal sampai dengan pensiun karena biasanya kita sebagai manusia tidak tega untuk mengeluarkan karyawan yang tidak perform, sebuah pertimbangan yang manusiawi. Kegagalan rekrut juga bisa dilihat dari penempatan karyawan yang direkrut ternyata tidak ditempatkan pada atau sesuai kebutuhan organisasi, kegagalan ini selain organisasi akan semakin gemuk juga akan menurunkan kinerja perusahaan, jadi rekrut adalah kegiatan awal yang menentukan laju atau tidaknya sebuah perusahaan.

Multitask bagi Manajer SDM

0

Written on 20.20 by Ed's-HRM

Multitask bagi Manajer SDM

Disaat diberi kepercayaan oleh manajemen sebuah perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta, sesungguhnya hal ini merupakan sebuah kesempatan bagi saya untuk menata ulang sebuah perusahaan yang secara lingkup kerja merupakan perusahaan kelas menengah, untuk diketahui bahwa perusahaan ini bergerak dibidang pengelolaan sumber daya alam dalam hal ini bidang pertambangan batubara. Adapun lokasi pertambangan batubara yang dikelola perusahaan ini berada diluar Pulau Jawa yakni dipulau Kalimantan. Sebelum melakukan tugas tersebut, kami melakukan diskusi atau mempunyai kesempatan untuk berdiskusi mengenai tugas dan tanggung jawab yang harus saya laksanakan disana. Pihak manajemen memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi dari area kerja perusahaan baik mekanisme kerja juga mengenai hubungan interaksi antara karyawan dan manajemen serta hubungan sosial dengan masyarakat sekitar area kerja dalam hal ini area pertambangan batubara. Gambaran yang diberikan pada saat itu tidak mencerminkan adanya permasalahan yang krusial namun sebagai orang yang telah mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan-perusahaan pertambangan khususnya pertambangan batubara yang berskala menegah seperti ini, gambaran dimaksud membuat saya harus membuat kajian sederhana tentang permasalahan yang biasa terjadi pada dunia pertambangan sehingga pada saat itu kami memberikan hal-hal yang mungkin terjadi pada area penambangan dan yang perlu dikaji lebih dalam adalah budaya masyarakat sekitar yang dikaitkan dengan tenaga kerja lokal namun buat saya ini adalah tantangannya karena dapat dipahami bahwa perusahaan tidak ingin tenaga yang direkrutnya mundur terlebih dahulu sebelum melihat permasalahan yang sebenarnya, karena rasanya sangat tidak masuk akal, jika perusahaan mengatakan tidak ada masalah tetapi perlu merekrut tenaga yang sudah pengalaman.

Ternyata apa yang dipikirkan sebelumnya ada benarnya, perusahaan ternyata dalam kondisi mismanajemen, hampir dikatakan perusahaan dalam kondisi kritis yang menurut pendapat saya sudah tinggal menunggu waktu saja. Beberapa hal yang menurut saya mempunyai masalah adalah :

1. Kondisi pasar batubara sedang lesu

2. Karyawan terlalu banyak dibanding produksinya

3. Hutang perusahaan kepada kontraktor belum terbayarkan

4. Adanya rongrongan dari masyarakat sekitar pertambangan

5. Biaya operasional yang terus meningkat

Kelima permasalahan ini yang nampak dipermukaan atau yang mendominasi terhambatnya kegiatan perusahaan akan tetapi masih banyak lagi masalah lain namun tidak terlalu sampai mengganggu manajemen perusahaan. Indentifikasi masalah ini dilakukan agar kita tidak salah dalam melakukan langkah awal dalam pemecahaannya dengan demikian kalau boleh mengambil bahasa manajemen yaitu kita selesaikan masalah yang dominan maka permasalahan lain yang kecil akan otomatis ikut terselesaikan (hukum Pareto).

Sebagai orang yang telah lama berkecimpung dalam dunia ke SDM an, maka persoalan-persoalan diatas bukan hal yang baru karena hampir setiap perusahaan mempunyai permasalahan yang sama tetapi yang perlu dievaluasi adalah akar permasalahannya yang mengakibatkan atau munculnya masalah-masalah dimaksud serta kita harus mampu mengidentifikasi langkah awal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan setiap masalah. Hampir dapat dikatakan bahwa kelima permasalahan diatas mempunyai saling keterkaitan satu dengan lainnya sehingga ketika dihadapkan pada permasalahan tersebut maka yang dilakukan pertama adalah menata ulang sisi Sumber Daya Manusia Perusahaan (SDM), hal ini yang pertama dilakukan karena sebagai orang yang berpengalaman dibidang SDM tentu langkah pertama ini diambil karena dapat dilakukan dilingkungan internal perusahaan tanpa melibatkan orang luar selain itu sambil proses berjalan maka identifikasi permasalahan yang lain dapat dilakukan untuk nantinya jadi bahan dalam pemecahannya.

Salah satu kelebihan jika kita berkutat dengan pengelolaan SDM maka dalam proses perjalanannya kita akan banyak bertambah atau mendapatkan hal-hal yang baru akan pengetahuan (enlargement) tetapi juga akan memperkaya pola pikir (enrichment) dalam banyak pengetahuan, itu sebabnya dalam prosesnya mengelola SDM akan selalu bersinggungan dengan pengetahuan lain sehingga ketika menata perusahaan ini banyak permasalahan diluar keSDMan yang dapat diselesaikan masalahnya baik dari sisi penjualan, keuangan dan produksi, memang kita dalam menyelesaikan masalah tidak akan bisa 100 % karena persoalan baru akan muncul terutama bidang SDM yang selalu dinamis. Selanjutnya kita tidak dapat menilai akan apa yang kita kerjakan itu telah menuai akan sebuah keberhasilan atau apakah persoalan dan permasalahan bisa kita selesaikan karena jika kita yang menilai akan menjadi subjektif, untuk itu diperlukan suatu penilaian yang objektif oleh manajemen tentang apakah ada perubahan yang terjadi pada perusahaan terutama kinerjanya. Sesuai dengan perjalanan waktu maka ketika penataan ini sudah berjalan selama enam bulan, pihak manajemen memberikan penilaian yang menyatakan bahwa di perusahaan ini telah mengalami perubahan kinerja secara signifikan dan sebagai rasa terima kasih perusahaan kepada karyawan maka pihak manjemen memberikan bonus dan kenaikan gaji kepada seluruh karyawan secara bersamaan.

Bagaimana perubahan itu bisa terjadi? Jawabannya adalah sebagai orang yang bertanggung jawab dibidang SDM maka kitapun mempunyai tanggung jawab lain yaitu bertindak sebagai konsultan atau juga sebagai mitra strategis bagi perusahaan dan berkenaan dengan itu berdasarkan seluruh kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki ternyata dapat menyelesaikan setiap permasalahan dengan baik namun dibalik semua itu hal yang paling utama atau kunci dari keberhasilan itu adalah bagaimana kita membangun kebersamaan dalam bekerja sehingga terbangun sebuah team didalam perusahaan dan hal ini juga mampu membangkitkan budaya kerja baru. Sebuah perubahan telah terjadi namun dalam tulisan ini saya tidak dapat memberikan secara jelas bagaimana pemecahan dari setiap permasalahan karena ini menyangkut kepada rahasia perusahaan dan inilah yang akan membuat perusahaan ini akan tetap survive dimasa yang akan datang, yang penting adalah bagaimana budaya dan sistem kerja yang sudah dibangun dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi. Memang jika diperhatikan dalam kegiatan sehari-hari para pengelola dibidang SDM ini harus mampu bekerja pada bidang lain untuk menyingkronkan terhadap strategi yang bakal diterapkan oleh perusahaan atau paling tidak dapat menjadi motor penggerak roda organisasi perusahaan, mungkin ini adalah sebuah keniscayaan karena banyak perusahaan yang mempunyai pengelola SDM tetapi tugasnya hanya mengurus karyawan saja atau lebih pada bidang personalia saja. Sebaliknya bahwa seorang manajer SDM harus membekali atau paling tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan multitask, jadi saya yakin apabila itu terjadi pada anda semua yang berani terus mengabdi di Pengelolaan SDM, maka suatu saat anda akan masuk pada area multitask baik di perusahaan yang sekarang atau dengan kemampuan yang dimiliki maka anda berani mengambil keputusan untuk berkarier diluar, semua sangat bergantung pada diri kita masing-masing, untuk itu kita harus mempersiapkan diri dengan sebaiknya agar mampu berkerja dengan multitask, siap!

Turn Over

2

Written on 17.29 by Ed's-HRM

Ada yang mengatakan bahwa salah satu keberhasilan atau kesuksesan dalam mengelola Sumber Daya Manusia dalam Perusahaan adalah ketika indikator Turn over Karyawan rendah, ini berarti kemampuan kita dalam memanage karyawan sudah memadai. Walaupun bukan satu-satunya indikator namun beberapa pengelola SDM menilai bahwa indikator ini sangat dipengaruhi banyak faktor, baik dari internal maupun eksternal perusahaan sehingga akan sulit mencapai angka turn over rendah namun hal inilah yang dapat dijadikan tantangan berat bagi para pengelola SDM perusahaan.

Tidak ada angka pasti untuk turn over yang ideal tetapi semakin tinggi angka turn over, mengindikasikan adanya persoalan dalam pengelolaan SDM Perusahaan, agar dapat menekan angka turn over menjadi rendah adalah dengan mempertahankan karyawan yang secara ideal, mempunyai kinerja tinggi, pengelola SDM tentu harus kerja ekstra keras terutama memantau perkembangan gaji diperusahaan lain termasuk didalamnya perusahaan kompetitor karena hengkangnya karyawan, paling banyak disebabkan oleh perbedaan gaji yang diterima karyawan pada satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda, disinilah manfaat dari aplikasi penggunaan hasil survey gaji. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada era kompetitif seperti sekarang ini, perburuan terhadap orang yang mempunyai kinerja tinggi akan terus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka memenangkan persaingan bisnis. Banyak perusahaan yang tidak mau memeras keringat untuk mengembangkan karyawan supaya berkinerja tinggi karena berbagai alasan dan yang paling utama adalah kekhawatiran akan diburu oleh kompetitor sementara harga (cost) untuk mengembangkan karyawan sangat tinggi artinya perusahaan bisa mendapat rugi duakali. Akibatnya banyak perusahaan yang langsung mengambil tenaga “jadi” dari perusahaan lain karena secara matematis akan lebih menguntungkan.

Berbeda dengan perusahaan yang mempunyai turn over rendah tetapi karyawan yang ada ternyata tidak mempunyai kinerja tinggi melainkan karyawan dengan kinerja standar saja atau biasa-biasa saja atau bahkan dibawah standar. Mungkin bagi perusahaan seperti ini, angka turn over bukan merupakan indikator keberhasilan namun persoalannya adalah bagaimana meningkatkan atau mengembangkan karyawannya agar kinerjanya meningkat tetapi sekali lagi, jika perusahaan berhitung tentang cost pengembangan pegawai dengan resiko nantinya dibajak juga maka hal ini akan berdampak kepada pengelola SDM yang kemudian akan menjadi pasif, akibatnya secara umum, tidak akan meningkatkan kinerja perusahaan. Disisi lain perusahaan yang mempunyai turn over rendah dengan karyawan berkinerja rendah, boleh dikatakan angka turn over rendah ini akan bertahan lama karena para karyawan tidak punya pilihan untuk keluar dan perusahaan akan berjalan biasa-biasa saja. Bagaimana agar ada perubahan pada perusahaan, apa yang dibutuhkan, yang jelas untuk merubah diperlukan adanya suatu trigger yang kuat, dari pengalaman yang saya alami biasanya perusahaan seperti ini tidak mempunyai sistem yang baku untuk dijalankan sehingga semua berjalan dan bekerja secara rutin saja. Ketika sistem dibuat dan dijadikan acuan dalam proses kegiatan perusahaan maka yang terjadi adalah angka turn over berubah menjadi tinggi, hal ini disebabkan banyak karyawan yang menyatakan mundur dengan berbagai alasan namun bagi saya mereka tidak tahan dengan sistem yang dijalankan.

Kasus diatas ini menjadi menarik karena dengan angka turn over tinggi sementara karyawan yang ada mempunyai kinerja rendah, setelah ditelusuri ternyata perusahan ini sudah kelebihan karyawan sementara volume pekerjaan rendah, dengan demikian, ketika ada karyawan yang keluar maka tentunya akan berkorelasi dengan kinerja perusahaan, yang saat itu secara umum mulai ikut naik. Kejadian ini banyak terjadi pada perusahaan yang mismanajemen sehingga untuk merubahnya diperlukan penanganan yang ekstra hati-hati, agar tidak merusak sistim yang sudah dibuat.

Bagaimana dengan perusahaan yang mempunyai angka turn over tinggi dengan karyawan yang ada mempunyai kinerja tinggi juga, sudah pasti pengelola SDM akan mempunyai tugas yang berat yaitu harus siap setiap saat mencari dan merekrut karyawan baru dengan kriteria mempunyai kinerja tinggi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, agar kinerja perusahaan mampu dipertahankan. Sebaliknya apabila karyawan tersebut merupakan hasil pengembangan internal perusahaan maka hal ini tentu akan menjadi pekerjaan rutin lagi bagi pengelola SDM perusahaan agar merekrut tenaga yang berkinerja standar untuk dikembangkan lagi, demikian seterusnya berulang-ulang. Bagi perusahaan yang seperti ini, loncatnya karyawan yang telah dikembangkan sedemikian rupa, bukan merupakan sebuah persoalan yang merugikan tetapi mereka lebih melihat jauh kedepan dan mempunyai nilai strategis bagi perusahaan.

Banyak pertanyaan yang muncul ketika sebuah perusahaan dengan tenang melepas karyawan-karyawan terbaiknya untuk bekerja di perusahaan lain yang notabene adalah kompetitornya, jika kita melihat ini tentu pertanyaan akan muncul dari orang-orang yang selama ini selalu menghitung biaya pengembangan sebagai sebuah cost tinggi tanpa melihat nilai strategisnya kedepan. Nilai strategis yang seperti apa yang diharapkan perusahaan tersebut, menurut pemikiran saya, nilai tambah yang diambil adalah :

1. Dengan diambilnya karyawan oleh perusahaan lain apalagi sebagai kompetitornya maka perusahaan tersebut tentu saja sudah dapat mengukur kekuatan kompetitornya sehingga daya saing semakin dapat dipertahankan.

2. Masuknya karyawan baru untuk dikembangkan akan menghasilkan daya inovatif tersendiri sehingga perusahaan akan terus berkembang dengan ide-ide baru yang original.

3. Apabila ada perusahaan lain yang berani melakukan transfer karyawan tentu ini punya nilai keuntungan tersendiri secara finansial, disisi lain perusahaan tidak mengeluarkan dana samasekali ketika karyawan keluar dari perusahaan,

Ada juga perusahaan yang mempunyai angka turn overnya rendah namun didalam perusahaan banyak karyawan yang berkinerja tinggi dan mereka tidak mempunyai keinginan untuk pindah ke perusahaan lain walaupun gaji yang diterima lebih rendah dari karyawan yang berada di perusahaan kompetitornya. Sebenarnya inilah perusahaan yang ideal namun perusahaan seperti ini sangat sedikit sekali, apalagi di era keterbukaan komunikasi saat ini tentu memudahkan seseorang untuk memonitor perusahaan lain, Kunci sukses perusahaan seperti ini adalah adanya budaya kerja yang diterapkan di perusahaan yang membuat betah bekerja, bagi karyawan di perusahaan ini, gaji bukan nomor satu, tetapi rasa kebersamaan dan kekeluargaan lebih membuat karyawan nyaman bekerja. Membangun budaya kerja seperti inilah yang menjadi tantangan bagi kita semua pengelola SDM perusahaan.

Sekali lagi turn over bukan satu-satunya indikator keberhasilan dalam mengelola SDM tetapi yang paling utama adalah bagaimana meningkatkan kinerja perusahaan atau mempertahankan kinerja perusahaan agar tetap tinggi walaupun dengan kondisi adanya frekwensi keluar masuk karyawan yang tinggi, untuk itu kerja keras para pengelola SDM dalam mempertahankan karyawan yang ada dengan segala kemampuannya namun sekali lagi kompetitor tidak akan pernah tinggal diam, jadi kembali kepada kita lagi, harus bagaimana menyikapinya.

Efisiensi Perusahaan

3

Written on 00.01 by Ed's-HRM

Dulu ketika bekerja di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kita akan pernah mendengar yang mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan BUMN termasuk perusahaan yang inefesiensi, karena banyak terjadi kebocoran sehingga tidak sedikit perusahaan yang dibawah kendali pemerintah ini, hidupnya sangat tergantung dari belas kasihan pemerintah saja dan tidak sedikit juga yang kolaps dan tutup, karena pemerintah tidak sanggup lagi menanggung beban perusahaan selamanya. Dari kebanyakan perusahaan yang kolaps dan tutup tersebut karena disebabkan oleh mismanajemen atau juga karena kalah bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis dan dikelola oleh swasta.

Sebenarnya perusahaan BUMN tidak boleh kalah bersaing dengan perusahaan swasta karena dari sisi modal, perusahaan ini tidak pernah kekurangan namun kenyataannya modal yang masuk banyak yang digunakan bukan untuk tujuan kemajuan perusahaan tetapi lebih banyak kepada biaya entertainment dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Memang tidak salah jika setiap perusahaan berupaya meningkatkan kesejahteraan karyawan namun jangan sampai perusahaan tidak dapat melakukan investasi atau perubahan dan peningkatan bisnis. Kesejahteraan inilah yang membuat banyak orang tergiur untuk bekerja di perusahaan sejenis BUMN, faktor inilah juga yang membuat orang terlena dan lupa akan kinerja yang harus mereka berikan kepada perusahaan, namun terkadang hal ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka tetapi hampir semua perusahaan BUMN terlalu “gemuk” sehingga untuk berlaripun mengalami kesulitan, artinya perbandingan antara volume pekerjaan yang rendah dan jumlah pegawai tinggi, mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam distribusi pekerjaan, maka sudah jelas, dampaknya akan banyak pegawai yang menganggur dan tidak produktif yang dikemudian hari muncul istilah pengganguran terselubung.

Konotasi negatif yang diberikan kepada perusahaan milik Negara ini membuat perusahaan saingannya yaitu perusahaan swasta menjadi incaran para pemilik modal karena mereka percaya, perusahaan swasta lebih efisien dan berkinerja tinggi. Hampir semua Bank dengan mudah akan memberikan modal kredit kepada perusahaan swasta karena mereka percaya akan kredibelitas perusahaan dilain pihak banyak pencari kerja yang akhirnya ikut masuk ke perusahaan swasta dengan harapan kehidupannya akan berubah setelah bekerja. Tetapi muncul pertanyaan, apakah benar bahwa perusahaan swasta lebih efisien dibanding perusahaan BUMN atau mungkinkah perusahaan BUMN ternyata lebih buruk kinerjanya dibanding perusahaan swasta, ternyata penilaian ini sangat relatif sekali, kita ternyata tidak dapat menggeneralisasi bahwa semua perusahaan BUMN itu tidak mempunyai kinerja yang baik demikian juga sebaliknya bahwa tidak semua perusahaan swasta mempunyai kinerja baik, memang saya tidak melakukan penelitian mengenai hal ini sehingga tidak ada data empiris mengenai perbandingan ini, namun saya termasuk yang beruntung bisa terlibat langsung dalam pengelolaan SDM dikedua jenis perusahaan diatas, sehingga saya bisa merasakan iklim kerja dari masing-masing perusahaan.

Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang saya miliki ketika itu maka dengan penuh percaya diri, saya menginginkan sebuah perubahan dalam bekerja dan jalan yang ditempuh adalah mengajukan pengunduran diri dari sebuah perusahaan BUMN besar dimana selama hampir 20 tahun saya mengabdi pada perusahaan itu. Dalam jangka waktu yang tidak lama saya masuk pada dua perusahaan swasta secara berurutan, yang pertama perusahaan swasta yang berlokasi disekitar kota Bandung dan bekerja selama dua tahun kemudian memutuskan untuk resign dan masuk keperusahaan swasta yang berlokasi di pulau Kalimantan, dengan bekerja pada kedua perusahaan swasta maka ada hal-hal yang bisa dijadikan data buat saya, namun ini bukanlah bentuk judgement tetapi lebih kepada upaya saya untuk mendapatkan data, adapun data itu adalah :

1. Kedua perusahaan mempunyai persamaan yaitu pengelolaannya berdasarkan kekuatan modal saja bukan kemampuan manajerial sehingga terlihat sulit melakukan perubahan

2. Tidak terlihat adanya perencanaan strategik, semua proses operasionalnya berdasarkan perintah atasan saja

3. Terjadi pemborosan biaya tanpa adanya kendali yang cukup

Dengan adanya persamaan diatas, ternyata memudahkan saya untuk melakukan pembenahan pada kedua perusahaan dimaksud dan secara kasat mata maupun sisi laporan keuangan maka kini kedua perusahaan mampu lagi bersaing dengan baik. Sebagai tambahan dari tulisan diatas ada baiknya kita juga mempelajari sedikit mengenai bagaimana kita mampu melakukan kegiatan untuk efisiensi pada sebuah perusahaan.

Menuju Superefisiensi

Salah seorang teman dekat saya ada yang fanatik menggunakan mobil station wagon. Alasannya ternyata simple saja, “ soalnya muat ngangkut banyak sih,aku kan bisa barang banyak teman waktu berangkat maupun pulang kantor.” Setelah digali lebih lanjut,ternyata kepuasannya bukan hanya karena bisa berangkat bersam-sama teman sekantor,melainkan juga bisa berhemat karena biaya bahan bakar mobil ditanggung bersama. Selain itu jenis pekerjaan yang menuntutnya pulang agak larut kini bisa dijalani dengan tenang karena selalu ada teman searah yang bisa diajak bareng,bahkan bila kebetulan lelah ada rekan pria yang bersedia mengemudikan mobilnya. Bukan itu saja,rekan-rekan seperjalannya kebetulan bekerja pada divisi yang sama,sehingga komunikasi mengenai pekerjaan kadang berlangsung juga selama perjalanan berangkat maupun pulang.

Suatu saat ketika saya membaca mengenai konsep superefisiensi,ternyata ingatan tentang teman tadi yang pertama muncul. Kebetulan ilustrasi yang diberikan adalah kerjasama sebuah perusahaan produsen yoghurt dan sebuah perusahaan produsen mentega di Amerika. Produk dari kedua perusahaan ini tidak saling berkompetisi ,namun secara kebetulan mereka menerapkan sistem pergudangan yang sama,menggunakan transportasi yang sama dan memiliki pelanggan (supermarket/retailer lainnya) yang sama. Dengan cerdinya keduanya setuju untuk menggabungkan jaringan distribusi mereka menggunakan 1 (satu) truk container untuk mengangkut kedua jenis produk sekaligus.

Ide yang membuahkan pengurangan cost serta peningkatan kepuasan pelanggan ini terus berlanjut,misalnya dengan rencana integrasi proses pemesanan dan penagihan. Program insentif bagi pelanggan yang memesan kombinasi kedua jenis produk dalam jumlah besar juga sedang dirancang. Dengan tujuan keuntungan pada kedua belah pihak,kedua perusahaan yang lazim disebut co-suppliers ini senantiasa mencari proses atau cara yang dapat dilakukan bersama atas dasar efisiensi.

Dalam konteks organisasi masa kini,ternyata penerapan efisiensi saja belum cukup. Padahal belum lama rasanya dunia usaha serentak mencoba benar-benar menghayati dan menerapkan konsep efisiensi dalam menghadapi kondisi perekonomia global yang tidak menggembirakan. Budaya,proses-proses atau operasi kerja yang berlangsung di dalam perusahaan di evaluasi kembali dan dirombak. Tidak jarang perusahaan kemudian bak katak dalam tempurung,terlalu berkutat pada perbaikan kondisi internal sampai mengabaikan pemahaman terhadap pelanggan dan pelayanan terhadap mereka. Alih-alih memenuhi harapan pelanggan,pembaharuan yang kita sodorkan ternyata tidak sesuai atau malah merepotkan pelanggan dalam memanfaatkan jasa kita.

Konsep superefisiensi sebenarnya mengacu pada pengelolaan proses atau tahapan-tahapan kerja bersama mitra ataupun pelanggan kita. Sulitkah? Pada awalnya ya karena aktivitas ini menuntut kesediaan berpikir tidak hanya dalam konteks perusahaan kita sendiri. Secara garis besar,tahapan menuju superefisiensi terbagi atas pemetaan,pengorganisasian,desain ulang dan implementasi.

Pada tahap pemetaan diindetifikasi proses-proses bisnis yang layak untuk didesain ulang,serta pemilihan mitra yang tepat untuk diajak bekerja sama. Contoh adalah salah satu klien kami, sebuah perusahaan manufaktur mengontak perusahaan kami untuk menanyakan apakah ada kesulitan dengan sistim pembelian,pembayaran,maupun bentuk kerjasama lain yang selama ini berlangsung. Sementara itu kedekatan hubungan dengan mitra ataupun pelanggan memungkinkan kita untuk mengenal mereka tidak hanya pada taraf superfisial namun juga sampai sistem dan cara kerja mereka. Dengan demikian kita akan sampai pada pemahaman akan kompetensi teknis mereka,serta kecocokan budaya dalam menerapkan desain ulang antar perusahaan.

Selanjutnya pengorganisasian dengan tanggung jawab utama adalah membuat batasan dan aturan kesepakatan kerjasama; misalnya apa saja yang akan diinvestasikan oleh masing-masing pihak,bagaimana pembagian keuntungan nantinya,serta bagaimana tatacara penyelesaian konflik yang mungkin timbul.

Menginjak tahap desain ulang,dirancang proses baru yang menyeluruh dan dapat mencapai sasaran performance yang diinginkan oleh kedua belah pihak yang terlibat. Rambu-rambu yang harus diperhatikan meliputi lima hal, yaitu :

1. Tujuan dispesifikkan dan diarahkan ke pelanggan utama

2. Proses-proses didesain saling terkait

3. Dijaga benar agar tidak ada aktivitas duplikasi

4. Setiap aktivitas akan dikerjakan oleh pihak yang paling ahli,dan

5. Pengoperasian keseluruhan proses berawal dari dari satu database.

Tahap terakhir, yaitu implementasi menuntut kesabaran berkaitan dengan penerapan sistem baru secara menyeluruh serta sosialisasinya kepada setiap orang di setiap perusahaan. Semboyan “Think big,starts small,move fast” rasanya paling tepat diterapkan pada tahap ini. Dan upaya komunikasi yang terus menerus,mengingat tidak hanya perubahan cara kerja yang dilakukan,namun juga pemikiran dan sikap terhadap perusahaan lain yang bermitra dalam melakukan perubahan ini.

Bagaimana,siapkah perusahaan anda menjadi salah satu pelopor superefisiensi?