Sindroma Tall Puppet (gagal promosi)

0

Written on 17.29 by Ed's-HRM

Pada sebuah perusahaan yang sedang berkembang pesat terjadi reorganisasi pada tingkat eksekutif dan salah seorang eksekutif yang kinerjanya dianggap baik,setelah dipromosikan ke level manajerial lebih tinggi di kantor cabang malah menunjukkan penurunan kinerja dan motivasi.

Dilain kesempatan ada satu fenomena menarik dari dunia bermain anak-anak. Seorang anak memiliki boneka kesayangan,berbagai macam perhiasan dikenakan pada leher boneka untuk mempercantik penampilannya. Semakin hari,semakin banyak perhiasan yang dipasang dileher boneka itu. Suatu hari si anak menangis mendapati kepala bonekanya putus. Justru karena rasa sayangnya,tanpa disadari,si anak mengubah fungsi perhiasan dari sarana mempercantik diri menjadi pisau guillotine.

Kejadian yang dialami si anak sebenarnya menggambarkan permasalahan yang sama dengan promosi yang dilakukan di perusahaan tadi. Keduanya mengalami apa yang disebut debagai sindroma tall puppet.

Suatu anggapan bahwa promosi akan selalu menaikkan motivasi,akan tetapi,yang dipromosikan malah menganggap bahwa level manajerial yang dibebankan tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki dan dapat dikembangkan serta menganggap promosi dan pemindahan lokasi kerja sebagai sarana untuk membuang keberadannya dari kantor pusat. Eksekutif itu merasa dijatuhkan setelah memberikan kontribusinya secara maksimal. Tidak heran jika motivasi dan kinerjanya menurun.

Sebaliknya,pemilik perusahaan menganggap usaha pengembangan karyawan dan perusahaan kurang berhasil.Kedua belah pihak memainkan peran sebagai si anak dan boneka kesayangan. Akan tetapi,tajamnya pisau guillotine tidak hanya dirasakan oleh para eksekutif saja,tetapi juga oleh pemilik, dan perusahaan secara keseluruhan.

Dalam dunia manajemen,sindroma ini sering dijumpai dan dampaknya cukup signifikan terhadap kinerja keseluruhan. Apabila tidak segera diantisipasi,sindroma ini dapat muncul lebih cepat di masa sekarang.

Apa yang dimaksud dengan loyalitas terhadap perusahaan dan kualitas kehidupan sudah tidak sama lagi dengan dekade sebelumnya. Hal ini mempengaruhi pola pikir karyawan serta membentuk karakter tenaga kerja yang baru,yang lebih memiliki courage (keteguhan/keberanian) untuk menentukan masa depannya.

Di samping itu,tidak dapat dimungkiri bahwa sampai saat ini kita membutuhkan lebih banyak SDM yang kredibilitasnya benar-benar oke, terutama dalam menghadapi tantangan persaingan masa depan. Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa situasi persaingan tenaga kerja akan semakin meningkat . Oleh karena itu,perusahaan harus lebih berhati-hati menjaga kualitas kompetensi perusahaan dari serangan sindroma tall puppet.

Salah satu cara menghindari tall puppet adalah dengan mengimplementasikan evaluasi potensi atau dikenal dengan Human Resources Potential Assessment (HRPA) sehingga karyawan yang dimiliki dapat didayagunakan dan dikembangkan potensinya secara maksimal dan ditempatkan pada posisi yang tepat. HRPA diharapkan dapat meningkatkan supply internal kebutuhan SDM. HRPA juga bertujuan untuk lebih mengintegrasikan aktivitas manajemen SDM, terutama seleksi,penilaian,pengembangan dan manajemen karir dengan perencanaan perusahaan. Evaluasi potensi ini juga berfungsi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan SDM dan mengurangi penimbunan SDM di berbagai level manajemen.

HRPA mencakup evaluasi kemampuan berfikir secara abstrak untuk melihat kemampuan membaca masa depan,untuk “bermimpi” tetapi dapat berpijak pada aplikasi nyata.

Kemampuan berfikir secara logis serta kemampuan menganalisis permasalahan secara strategis merupakan hal-hal utama yang perlu diidentifikasi. Kemampuan mengolah informasi yang dimiliki dan kemampuan untuk menentukan tipe informasi yang diperlukan serta cara memperolehnya juga merupakan bagian dari evaluasi analisis. Diharapkan kemampuan ini mendukung adanya pengambilan keputusan secara efektif dan efisien,baik dalam keadaan biasa maupun dalam kondisi kritis.

Selanjutnya,suatu evaluasi mendalam dilaksanakan untuk mengetahui profil kepribadian yang menggambarkan kecenderungan berprilaku. Penempatan tenaga kerja harus mempertimbangkan kecenderungan berprilaku sebagai salah satu faktor utama pengambilan keputusan,baik untuk rotasi,mutasi maupun promosi dan demosi.

Pengetahuan konseptual dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip manajemen dalam suatu situasi dan kemampuan memodifikasi prinsip itu untuk disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi memerlukan perhatian tersendiri. Evaluasinya antara lain mencakup kemampuan memimpin dan pola kepemimpinan,kemampuan pengendalian,koordinasi,penguasaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah keuangan. Pola belajar individu juga dievaluasi untuk mengarahkan individu pada bidang pekerjaan yang tepat.

HRPA dapat dilaksanakan melalui test tertulis,studi kasus,”in Basket Test”,diskusi kelompok dan wawancara.

Sebenarnya,sindroma tall puppet juga dapat ditimbulkan bukan karena keputusan strategis perusahaan,tetapi karena penolakan dari rekan kerja. Hal ini terjadi apabila pemimpin informal yang biasanya diunggulkan oleh para pengikutnya,setelah benar-benar menduduki posisi dengan level manajerial yang lebih tinggi,justru ditolak eksistensi formalnya.

Yang terjadi kemudian adalah perubahan posisi dari pengikut menjadi penggugat,dan terdapat usaha menjatuhkan wewenang dan kewibawaan orang itu.

Beberapa hal yang diperlu dipertimbangkan adalah kesiapan menyeluruh (teknis,manajerial,interpersonal,penampilan citra diri dan kekuatan pribadi serta kesiapan mental) kader pemimpin untuk dapat memahami perubahan peran dan secara taktis dan mampu berperan sebagai negosiator dan problem solver yang jitu.

Sindroma tall puppet sebenarnya justru mengingatkan kita untuk mau melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang, dan menempatkan kompromi dalam artian pembentukan win-win relationship untuk mencapai sukses secara keseluruhan.

If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar